Jakarta (spb.4/9/2018). Terdengar kabar bahwa Rupiah semakin tertekan dan Dollar semakin kuat terus menekan. Timbul pertanyaan ada apa dengan Rupiah kok rame dibicarakan oleh para pakar, bahkan katanya pada titik yang mengkhawatirkan?.
Kalau kita membaca di beberapa media ternyata Rupiah hampir mendekati Rp 15.000/US$ tepatnya Rp14.897/US$. Para pejabat dan beberapa pakar mengatakan bahwa tertekannya Rupiah akibat dari faktor internal yaitu lemahnya fundamental ekonomi dalam negeri seperti; deficit perdagangan yaitu dominasi Impor atas ekspor (minus) dan keadaan dalam negeri lainnya. Selain itu faktor ekonomi politik internasional turut juga menekan Rupiah seperti kebijakan dagang dan kebijakan keuangan USA dll.
Tekanan Dollar terhadap Rupiah tentu saja tidak terjadi saat ini saja, sebelumnya juga terjadi kondisi yang sama, hal ini menggambarkan kepada kita bahwa Indonesia menggunakan konsep mata uang mengambang berkonsekuensi otomatis terhadap fluktuasi Rupiah apalagi secara fundamental ekonomi Indonesia tidak sama kuatnya dengan ketahanan ekonomi Negara lain di tambah keuangan Indonesia yang masih di dominasi oleh hutang. Sehingga jika Rupiah terus melemah tentu saja akan mengkhawatirkan.
Lalu apakah ada hubungannya dengan buruh?
Menurut Anies Sutan pengurus Federasi Perjuangan Buruh Indonesia cabang Jakarta, bahwa pelemahan rupiah tentu saja memiliki hubungan dengan kehidupan buruh meskipun kadang tidak semua pengaruh pelemahan tersebut secara cepat dan langsung dirasakan oleh buruh. Pelemahan tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat yang mengkonsumsi barang-barang impor seperti impor kedelai, impor migas dll. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi harganya. Sedangkan bagi buruh tidak saja akan menikmati harga yang lebih tinggi akan tetapi juga akan dibayangi oleh PHK dengan dalil efisiensi terkhusus bagi perusahaan-perusahaan yang bahan bakunya tergantung dari komoditi impor. Bahkan industry berskala kecil yang berbahan baku impor dan lebih banyak memiliki pasar local bisa berkecenderungan mengambil pilihan menutup usahanya.
Lebih lanjut dikatakan, pelemahan Rupiah terus menerus juga akan memungkinkan pemerintah melakukan pengetatan anggaran karena besarnya beban utang dan bunga utang yang harus dibayarkan Negara, maka juga berarti pengetatan tersebut memungkinkan semakin mengecilnya post-post anggaran public seperti subsidi-subsidi sosial bagi rakyat dengan alasan subsidi tersebut tidak tepat sasaran dan tidak produktif, contoh kongkritnya adalah kenaikan harga BBM. Lagi-lagi buruh akan merasakan dampak buruknya.
Atas situasi tersebut pemerintah harus mulai memikirkan konsep mata uang yang diterapkan dan segera menguatkan Rupiah dengan memfokuskan penguatan fundamental ekonomi nasional seperti menghentikan ketergantungan hutang luar negeri yang penuh dengan syarat-syarat, Negara harus membangun, menguatkan, melindungui industry dan produk local dari serangan barang ekspor. Jika tidak, kita akan menjadi Negara tertekan seumur hidup.tegasnya. (***ks).