Subscribe
FPBI | FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA – KESATUAN PERJUANGAN RAKYAT
  • HOME
  • OPINI
  • ADVOKASI
  • KEGIATAN
  • GALLERY
  • HOME
  • OPINI
  • ADVOKASI
  • KEGIATAN
  • GALLERY
No Result
View All Result
FPBI | FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA – KESATUAN PERJUANGAN RAKYAT

Membangun Narasi Sikap Politik Kelas Buruh Dalam Menghadapi Pemiu 2019 (*)

by Suara Perjuangan Buruh
Juni 27, 2024
in Opini
319 3
1k
SHARES
5.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

fb_img_1548636156028.jpg

Sekilas Mengenai Situasi Global

Paska terjadinya krisis ekonomi di Amerika Serikat pada tahun 2008 akibat bangkrutnya perusahaan Lehman Brothers situasi ekonomi global dunia belum lah pulih sama sekali. Krisis yang terus menjalar ke hampir seluruh dunia terutama negara eropa merupakan babak baru bagi krisis kapitalisme di dunia. Krisis yang membuat seluruh negara berpikir keras agar dapat menyelamatkan dirinya dari badai yang menerjang.

Namun malang tak dapat ditolak. Jutaan orang menjadi pengangguran di Amerika Serikat, Italia, Spanyol, Inggris, Yunani, Portugal dan negara lainnya. Di Asia, yang merupakan target pasar bagi komoditi dunia pun juga mengalami perlambatan ekonomi. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang terkena imbas akibat krisis global tersebut.

Agar kapitalisme dapat terselamatkan mulai dikeluarkanlah kebijakan kebijakan yang yang bertentangan dengan keadilan. Mulai dari pengurangan subsidi sosial, kemudahan kemudahan bagi investor, pengampunan pajak bagi para konglomerat lewat Tax Amnesty, perampasan tanah untuk pembangunan infrastruktur, naiknya harga harga kebutuhan pokok, dan juga berbagai kebijakan yang merugikan buruh seperti upah yang terus ditekan sedemikian murahnya.

Perkembangan ekonomi dunia hari ini mulai mengkerucut pada persaingan imperialisme barat yang dikomandoi Amerika Serikat dengan imperialisme yang baru muncul yakni China yang mulai menguasai hampir sebagian ekonomi negara negara di dunia. Perebutan wilayah pasar dan kontrol ekonomi atas negara negara oleh kedua kekuatan tersebut terjadi di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Perang tariff impor, peningkatan bea cukai terhadap komoditi, dan juga saling embargo menjadi senjata yang semakin membuat kondisi ekonomi global menjadi semakin tidak menentu. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China ini juga berpengaruh terhadap situasi politik di setiap negara yang menjadi wilayah pertarungannya. Masing masing kekuatan memiliki kepanjangan tangan mereka yang diwakili oleh elit elit politik yang sedang bertarung juga. Akibat krisis yang berkepanjangan dan juga persaingan para imperialis memunculkan situasi politik yang semakin mengkhawatirkan dengan menguatnya isu SARA sebagai isu pengalihan agar rakyat di dunia tidak tertuju pada kegagalan sistem kapitalisme yang merupakan sumber malapetaka dunia sebenarnya.

Menguatnya sentimen ras, agama, dan menjadikan imigran sebagai sumber masalah yang menyebabkan pengangguran dan krisis di eropa, amerika serikat, asia membuat jurang yang dalam diantara rakyat yang bisa berakibat pada konflik horizontal. Hanya rakyat yang sadar yang tidak ingin menjadi korban adu domba.

Situasi Politik menjelang Pemilu 2019

Di Indonesia situasi menjelang Pemilu 2019 semakin mengkhawatirkan. Politik adu domba, memainkan isu SARA, hoax dan fitnah bertebaran di jejaring dunia maya, saling adu pamer kekuatan, rakyat saling mencaci maki sementara elit politiknya tersenyum lebar di meja makan. Munculnya 2 kekuatan politik utama yang mengatasnamakan rakyat tentu patut kita analisa bersama. Apakah ada dari 2 kekuatan tersebut yang benar benar berpihak kepada rakyat? Dari sejarah dan track record yang bisa kita telusuri sudah sangat jelas jikalau kedua kekuatan tersebut merupakan representasi dari kekuatan modal yang ada yang tentunya tidak pernah sedikitpun memikirkan nasib rakyat indonesia.

Baik dari pihak rezim yang berkuasa saat ini yang kembali mencalonkan diri maupun dari pihak oposisi abal abal tidak pernah sekalipun memberikan dukungan, pembelaan, apalagi menjadi pihak yang berjuang bersama rakyat ketika terjadinya PHK massal, upah buruh yang semakin ditekan murah, penggusuran tanah atas nama pembangunan infrasruktur, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dll. Atau muncul pertanyaan lagi, adakah dari kedua kandidat tersebut yang mampu dititipkan, diperjuangkan program yang demokratik? Atau siapa dari kedua kandidat tersebut yang mempunyai potensi membesarkan gerakan rakyat dengan memberikan keleluasaan bagi rakyat untuk berserikat, berjuang, bahkan terlibat dalam pertarungan politik? Tidak ada.

Namun apalah daya, elit politik yang menguasai setiap media, institusi institusi, lembaga pendidikan, aparatus negara, berjejaring dengan menebar uang hingga ke pelosok desa mampu membuat rakyat yang masih terbelakang kesadarannya mampu dimanipulasi cara berpikirnya sehingga rela menjadi korban adu domba sesama rakyat sehingga kita mengenal idiom yang populer saat ini yakni Kecebong dan Kampret.

Kondisi saat ini bukanlah untuk memilih yang terbaik dari yang terburuk, atau memilih lawan mana yang mudah dihadapi seperti argumentasi yang dilontarkan banyak kalangan progresif saat pemilu 2014. Jika yang dihadapi adalah Singa dan Harimau, maka seharusnya kita mempersiapkan diri lebih keras untuk menghadapi kekuatan yang sama dzalimnya terhadap rakyat.
Situasi Gerakan Rakyat di Indonesia

Sementara itu para elit politik yang bertikai sudah berhasil menyusun konsolidasi kekuatannya, Gerakan Rakyat di Indonesia masih terserak serak menjadi kekuatan kekuatan kecil yang belum mampu berhimpun menggabungkan kekuatan dan mentransformasikan dirinya menjadi kekuatan poitik rakyat yang siap bertarung menghadapi kekuatan politik borjuasi. Cita cita membangun satu Partai Massa Gerakan Rakyat hingga saat ini belum mampu mencapai hasil yang diinginkan secepat yang dibayangkan.

Mengapa membangun alat politik alternatif begitu sulit dan lama sekali? Harus disadari bersama paska tragedi 1965 dimana rezim orde baru menghancurkan gerakan rakyat dan tidak tersisa sama sekali, baru era reformasi lah gerakan rakyat mulai tumbuh kembali dari titik nol dan mulai membangun kekuatan dengan imajinasi yang terputus selama puluhan tahun. Bisa dibayangkan bagaimana kecilnya gerakan rakyat yang baru tumbuh dihadapkan pada kekuatan borjuasi yang sesungguhnya pada era reformasi tidak pernah tumbang.

Pemilu 2019, Harus Bagaimana?

Dengan adanya hanya 2 kekuatan politik borjuasi yang bertarung sementara belum muncul kekuatan politik rakyat seharusnya memudahkan kita dalam menentukan pilihan sikap politik. Dimana 2 kekuatan politik tersebut sama sama menjadi kaki tangan imperialisme, sama sama tidak berpihak kepada rakyat, sama sama mengandung unsur unsur pelanggar HAM, sama sama berdiri diatas kekuatan bersenjata yang siap kapan pun diarahkan moncong senjatanya kepada rakyat, maka pilihan rasional dan relevan yang harus kita pilih ialah tidak menjadi bagian dari salah satu kekuatan borjuasi yang bertarung alias dengan kata lain ialah menjadi Golput.

Golput atau Golongan Putih yang semasa di era orde baru adalah suatu tindakan politik yang heroik dan progresif, di era demokrasi liberal saat ini justru diidentikkan dengan sikap politk apatis, apolitis, pesimis dll. Gerakan rakyat harus lah mengembalikan makna Golput yang sesungguhnya. Jika selama ini Golput menjadi pilihan politik individu, maka gerakan rakyat harus berani mendeklarasikan sikap Golput menjadi tindakan politik bersama yang disebarkan secara luas dan massif. Golput menjadi pilihan politik alternatif disamping pilihan 2 kekuatan borjuasi yang ada dan menjadi arus massa pada pemilu 2019 kali ini. Selanjutnya narasi Golput haruslah disambung dan menjadi awalan bagi narasi pembangunan kekuatan politik alternatif.

Lalu apa makna alat politik alternatif bagi kita?Tentu alat politik ini bukanlah sekedar alat politik yang baru dari partai yang sudah ada, melainkan adalah alternatif atau antitesa, atau berkebalikan dari alat politik yang ada saat ini yang dikuasai oleh politisi busuk serta pemodal. Kalau partai borjuasi saat ini elitis, korup, tidak demokratis, berisi manusia manusia pelanggar HAM, serta menutup ruang gerakan rakyat, maka alat politik kita adalah sebaliknya. Partai yang kita bangun haruslah demokratis, partisipatif, mandiri, tidak bersandar pada kekuatan elit borjuasi, menjunjung tinggi penegakan HAM dan kesetaraan, serta selalu berdiri didepan bersama rakyat dalam setiap perjuangan rakyat dimana pun.

Membangun budaya demokratis dan partisipasi tentu merupakan pekerjaan yang paling banyak menyita waktu. Proses ini harus memastikan bahwa setiap unsur dari tingkat dan teritori yang terkecil (misal : pabrik, kampus, kampung/desa) juga teribat dalam proses pembangunan alat politik. Diskusi, rapat, aksi aksi, bahkan sekedar arisan sesama anggota haruslah menempatkan mereka sebagai subjek pembangun bukan sekedar objek penerima informasi atau sosialisasi semata hasil konsolidasi rapat rapat para pimpinan. Mengorganisir massa, menyatukan perspektif massa, menyamakan langgam gerak massa adalah kewajiban proses yang tidak boleh dilewati.

Partisipasi adalah kunci, bukan sekedar slogan pemanis buatan. Kesabaran yang revolusioner adalah modal utama. Itulah yang membedakan antara membangun alat politik alternatif dengan sekedar taktik politik dukung mendukung yang tidak memperdulikan aspirasi tingkat bawah dan juga sejarah pengkhianatan rakyat yang dilakukan oleh elit politik berkali kali. Dan unsur unsur potensial yang akan membangun alat politik alternatif sebagai awalan ialah irisan dari unsur unsur organisasi rakyat yang menyatakan dirinya GOLPUT dan bertekad membangun bersama Partai Massa Gerakan Rakyat.
(*) Penulis : Jason Rangga

Share408Tweet255Pin92Scan
Previous Post

Buruh perempuan; Dianggap lemah tapi terbukti kuat

Next Post

PRESS STATEMENT #REUNI AKSI ISTANA BURUH FREEPORT INDNESIA

Next Post

PRESS STATEMENT #REUNI AKSI ISTANA BURUH FREEPORT INDNESIA

Perjalanan Perjuangan Buruh PT VAREM SAWIT CEMERLANG Menuntut Hak Normatif

Facebook Twitter Pinterest


Taman Buaran Indah III - Blok D/5

Duren Sawit - Jakarta Timur

Archives

  • Mei 2025
  • Juni 2024
  • Mei 2024
  • Juli 2023
  • Juni 2023
  • Mei 2023
  • April 2023
  • Maret 2023
  • Agustus 2022
  • Mei 2022
  • April 2022
  • Februari 2022
  • November 2021
  • April 2021
  • Oktober 2020
  • Agustus 2020
  • Juli 2020
  • Juni 2020
  • Mei 2020
  • April 2020
  • Maret 2020
  • Februari 2020
  • Desember 2019
  • September 2019
  • Agustus 2019
  • Juli 2019
  • Juni 2019
  • Mei 2019
  • April 2019
  • Maret 2019
  • Februari 2019
  • Januari 2019
  • Desember 2018
  • November 2018
  • Oktober 2018
  • September 2018
  • Juni 2018
  • Mei 2018
  • April 2018
  • Maret 2018
  • Februari 2018
  • Januari 2018
  • Desember 2017
  • November 2017
  • Oktober 2017
  • September 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • Juni 2017
  • Mei 2017
  • April 2017
  • Maret 2017
  • November 2016
  • Oktober 2016
  • September 2016
  • Agustus 2016
  • Juni 2016
  • Mei 2016
  • April 2016

Categories

  • Berita
  • cerita perjuangan
  • Gallery
  • Hallo Advokasi
  • Kegiatan Kita
  • Opini
  • Puisi
  • Uncategorized

 

FPBI CALL CENTER

 

Call : (021) 86602636. WA : +62852 1160 0039

Jam operasional layanan call center :
Senin – Jum’at (kecuali libur nasional)
pukul 08.00 – 16.00 WIB

FPBI Call Center

@2024 - FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
No Result
View All Result
  • Advokasi
  • Beranda
  • Gallery
  • Kegiatan
    • Buruh PTP FPBI PT MCI Gelar Rapat Kerja Pengurus
  • Opini
  • PERNYATAAN SIKAP FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA Peringatan Hari Buruh Internasional Tahun 2025

@2024 - FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA