Negara Gagal memberikan perlindungan terhadap Rakyat.
Basmi Corona dan Batalkan Omnibuslaw.
Akhir tahun 2019 dunia di hebohkan dengan kehadiran “pendatang baru“ yang memggegerkan seantero bumi ini, yaitu Virus Corona atau yang dikenal CoVid-19. Wuhan sebagai daerah yang pertama yang di beritakan sebagai awal mewabahnya virus corona dengan angka penularan yang cukup tinggi dan cepat, mencapai hampir satu kota terdampak dengan di tutupnya kota sebagai langka antisipasi penyebaran secara luas lagi.
Dimana dari awal 7 orang yang awal nya yang didiagnosa mengalami CoVid-19 lalu menyebar ke berbagai negara didunia yang hari ini mencapai 331.273 kasus dari 198 negara, kematian mencapai diangka 21.174 orang. Jumlah kasus terbanyak masih tercatat di China, yaitu 81.397 kasus, disusul Italia dengan 74.386 kasus, dan AS sebanyak 65.527 kasus. Dari sisi angka kematian, jumlah terbesar ada di Italia, yaitu sebanyak 5.476 kasus. Jumlah tersebut melampaui angka kematian yang terjadi di China, yaitu sebanyak 3.265 kasus. Indonesia tidak serta merta terbebas dari kondisi penyebaran wabah virus Corona.
Dengan angka yang begitu fantastis dan akumulasi penyebarannya sangat cepat membuat beberapa negara membuat langkah – langkah cepat dalam mencegah penyebaran virus corona salah satunya melakukan lockdown di zona merah corona seperti China, Italia, Iran, prancis, Belanda, Malaysia, Amerika Serikat, India dan lain-lain. Langkah yang cukup paling tepat untuk mengurangi perluasan penyebaran wabah virus corona.
Jadi harusnya disadari betul bahwa tiap-tiap negara yang melakukan aktivitas ekonomi politik secara terbuka apalagi pandeminya berpusat di China salah satu ngara yang memegang kendali ekonomi dunia maka potensi penyebaran virus Corona ke berbagai Negara tentu sangat lah tinggi. Ada sekian banyak intraksi dalam berbagai bentuk-Negara antar Negara, orang antar orang, sehingga hal ini sangat membantu CoVid-19 untuk menyebar ke seluruh penjuru dunia. Akan tetapi bukannya disadari dan segera mengantisifasi, eh malah terlihat santai, menyepelekan, seolah-olah wabah Corona tidak akan masuk ke wilayahnya, akhirnya kita menyaksikan ratusan ribu orang terbaring dirumah sakit, puluhan ribu orang mati karena sampai saat ini vaksin/obat khusus Corona belum ditemukan.
Tiap Negara yang tedampak seperti kehilangan kesadaran, termasuk Indonesia yang menjadi salah satu mitra ekonomi China. Tidak saja dengan China tapi juga dengan Negara-negara eropa dan Negara lainnya. Arus keluar masuk barang dan juga orang tentu sangat tinggi sehingga dengan tingkat kewaspadaan yang rendah, mekanisme antisipasi yang tidak tepat dan longgar wabah CoVid-19 memungkinkan masuk ke Indonesia. Terbukti, bahkan penyebarannya cukup cepat dan mulai merata diberbagai daerah. Artinya jika Indonesa menyadari hal itu dengan kemauan politiknya, mungkin penyebarannya tidak cepat meluas dan melahirkan kepanikan seperti saat ini. Ya..semuanya sudah terjadi.
Bahwa faktanya kasus CoVid-19 hari ke hari terus meningkat, wabah ini selain membahayakan kesehatan juga memiliki efek domino ke berbagai sektor. Sementara kesiapan pemerintah menghadapi itu masih dalam keterbatasan, mulai dari alat kesehatan, tenaga medis tidak terkecuali sarana rumah sakit yang masih sangat terbatas sampai pada kesiapan menghadapi ganguan ekonomi.
Menghadapi wabah Negara mengeluarkan beberapa kebijakan yang masih banyak bersifat teknis dan parsial, tidak menyentuh segi dasar penanganan wabah secara menyeluruh. Terlihat jelas ketika terjadi lonjakan kasus, rumah sakit, alat kesehatan, tenaga medis terbatas tidak tersedia dengan cepat, bimbang pada posisi lockdown atau tidak, ketika tidak dilakukan lockdown bagaimana menantisifasinya, begitu sebaliknya. Akhirnya CoVid-19 penyebarannya lebih cepat daripada kesiapan penanganannya, justru pemerintah lebih banyak mengeluarkan seruan-seruan dan himbauan daripada rencana strategis penanganannya.
Rakyat dihimbau supanya menjaga kesehatan, dengan memakai masker dan rajin mencuci tangan dengan sabun atau antiseftic, sementara pemerintah tidak mampu menyediakan sekedar masker, antiseptic dan juga tidak mampu mengendalikan para penimbun yang melakukan aksi ambil untung berlipat-lipat ganda ditengah wabah-hingga saat ini.
Rakyat diminta untuk bekerja dari rumah alias tidak keluar rumah, sementara pemerintah tidak berani memerintahkan kepada setiap perusahaan untuk meliburkan pekerja/buruhnya dengan gaji penuh. Rakyat diminta jangan keluar rumah, hindari kerumunan, sementara pemerintah tidak memikirkan bagaimana rakyat menjawab kebutuhan sehari-harinya, DPR justru membahas RUU Omnibuslaw, masih melakukan penggusuran tanah petani. Jangan keluar rumah, tapi Perusahaan tidak meliburkan, sementara bila buruh tidak masuk kerja akan dihitung mangkir, tidak digaji, mangkir 5 hari berturut-turut dianggap mengundurkan diri tanpa mendapatkan hak pesangon.
Pemerintah kembali menjawabnya secara parsial bagi buruh/Pekerja; melalui Menteri Ketenagakerjaan RI mengeluarkan Surat Edaran Menteri Tenagakerja RI Nomor M/3HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan kelangsungan usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan CoVid-19. Perusahaan diminta untuk mencegah penyebaran CoVid-19 sementara perusahaan tidak menyediakan prasarana medis standar kementerian kesehatan, sejauh ini terlihat perusahaan hanya menyediakan alat pengukur suhu. Sedangkan bagi perusahaan yang mengurangai aktivitas dan atau menutup seluruh operasional perusahaan maka besaran upah dirundingkan, point ini menjadi celah bagi perusahaan untuk tidak membayarkan upah buruh ketika diliburkan. Sekali lagi ini hanya bersifat himbauan, sekedar mengingatkan UU aja dilanggar apalagi sekelas surat Edaran.
Bagi pekerja jasa angkutan berbasis aplikasi seperti GOJEK, GRAB dan yang lainnya melalui pidato presiden yang kita saksikan di media, diminta tenang karena angsuran kredit ditangguhkan setahun, terus kebutuhan sehari-harinya, darimana?. Bagi petani, Nelayan juga tetap dirumah jangan keluar rumah jika tidak penting, sementara menjawab kebutuhannya bagaimana, waallahhualam bisawab.
Selain tu, pemerintah dalam rangka himbauan social distancing (jaga jarak), melalui kementerian perhubungan melakukan pembatasan angkutan umum seperti bus dan kereta khususnya KRL, tapi buruh/pekerja tidak diliburkan, tapi pemerintah tidak bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan rakyat, maka berbagai himbauan itu menjadi tidak bisa optimal menahan laju penyebaran CoVid-19. Kesemuanya itu menjadi parsial, teknis dan terlihat seperti politik setengah hati, padahal wabah CoVid-19berdampak kepada semua sektor dan semua orang tanpa batasan apapun.
Berbeda dengan beberapa negara, ketika pandemic CoVid-19 telah memakan banyak korban, pemerintah Inggris memberikan kompensasi sebesar 80% dari total gaji pekerja, Presiden Korea Selatan beserta menterinya memotong 30% gajinya untuk penanganan CoVid-19. Penanganan CoVid-19 secara efektif juga dilakukan oleh Vietnam dan Singapura dengan tingkat kematian yang sangat rendah.
Sedangkan di Indonesia, pemerintah justru terlihat setengah hati diselimuti keraguan untuk mengeluarkan kebijakan perlindungan yang tegas, cepat dan tepat sasaran sebagai tindakan penyelamatan rakyat bangsa dan Negara. Pemerintah ragu mengeluarkan anggaran demi keselamatan rakyat, tidak berani bersikap tegas terhadap para pengusaha yang tidak mengikuti perintah Negara. Disisi lain, kita dipertotontan dengan tindakan tegas membubarkan setiap kerumunan bahkan ditakuti dengan sanksi pidana penjara. Sedangkan pengusaha yang terus menjalankan aktivitas produksi dan memaksa buruh untuk tetap bekerja dibiarkan begitu saja. Apakah buruh kebal dari corona? Apakah buruh tidak punya keluarga? Apakah semua buruh tinggal di pabrik? apakah buruh hanya ratusan orang? Jawab Tuan….! Jangan pura-pura tidur.
Sejauh ini, pandemic CoVid-19 semakin menyebar, angka kematian terus meningkat, data per 25 maret 2020 sebanyak 790 orang Positif Corona, 31 orang sembuh dan 58 meninggal dunia. Disisi yang lain, ekonomi global semakin mengalami perlambatan dan dalam negeri semakin terpuruk, sebagaimana para ahli menggambarkan pertumbuhan ekonomi China misalnya, diprediski tumbuh sebesar 5,6% pada tahun 2020, sedangkan effect terhadap Indonesia adalah setiap 1% penurunan pertumbuhan ekonomi china, ekonomi Indonesia bisa terpengaruh 0,3%.
Selanjutnya daya beli akan semakin menurun, berarti bahwa krisis semakin mendalam resesi mengancam. Oleh karena itu Wabah CoVid-19 harus segera dibasmi secara fokus dan sungguh – sungguh. Salah satu bentuk kesungguhan itu addalah segera mencabut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/3HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan CoVid-19.
Selain pekerja formal, di zona merah CoVid-19, yang rentan terinfeksi adalah pekerja informal yang jumlahnya cukup banyak, mereka tidak bisa terus-terusan dirumah karena mereka harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga, sehingga mobilisasi mereka berbahaya baik untuk dirinya sendiri juga masyarakat. Sehingga pemerintah juga harus sungguh – sungguh menjawab kebutuhannya supaya tetap bisa tinggal dirumah.
Berdarkan kenyataan yang sedang berkembang, KAMI FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA (FPBI-KPBI )
MENUNTUT;
- Pemerintah Fokus dan sungguh – sungguh dalam penanganan dan pencegahan covid-19 dan Batalkan dan berhentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
- Liburkan semua pekerja sementara waktu dengan jaminan upah penuh dan berikan kebutuhan pokok bagi rakyat non penerima upah selama tinggal dirumah.
- Menjamin ketersedian sarana pencegahan CoVid-19 seperti masker dll.
- Tes CoVid-19 gratis untuk seluruh rakyat dan Penjarakan pemilik rumah sakit yang menolak pasien.
- Bangun Posko terpadu darurat CoVid-19 sampai tingkat RT/RW (Posyandu) di seluruh Indonesia.
- Kendalikan harga semua kebutuhan pokok dan penjarakan para penimbun barang.
- Cabut Surat Edaran Menteri Tenagakerja dan Terbitkan Peraturan Presiden tentang Perlindungan Rakyat dalam rangka pencegahan dan penanggulangan CoVid-19.
DAN KAMI MENYERUKAN;
- Bangun solidaritas Internasional melawan KAPITALISME dan Pandemic CoVid-19.
- Mari Melawan dari Rumah (Fight From Home).