Akhir – akhir ini rakyat Indonesia mendapatkan kado manis dari rezim yang saat ini berkuasa. Menjelang akhir tahun 2019 Pemerintah dan DPR berupaya untuk melakukan revisi dari berbagai Undang – Undang yang revisinya semakin menekan kualitas hidup rakyat, eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia, memperlemah penegakan hukum tindak pidana korupsi, serta mempersempit ruang demokrasi yang dimiliki oleh rakyat. Namun upaya tersebut berhasil digagalkan sementara oleh Gerakan Rakyat melalui aksi – aksi mobilisasi penolakan yang juga mengorbankan ratusan orang luka – luka dan ditahan serta jatuh korban jiwa di Kendari akibat represifitas aparat negara dalam menghadapi aksi – aksi turun ke jalan.
Lalu di awal tahun 2020 ini rakyat kembali harus menelan pil pahit dengan dinaikkannya iuran BPJS sebesar 100%. Pemerintah semakin tidak perduli dengan kesengsaraan rakyat walaupun sudah banyak suara penolakan didengungkan. Belum selesai kenaikan iuran BPJS yang mencekik rakyat, baru – baru ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan dengan menerbitkan RUU Omnibus Law yang memangkas hak rakyat dari berbagai sektor dan juga segala peraturan yang dianggap menghambat investasi masuk.
Ancaman Resesi Dunia dan Indonesia
Krisis global yang dialami hampir seluruh negara maju hingga kini belum dapat diobati. Berbagai kebijakan dan taktik dilakukan agar krisis yang terjadi tidak berkepanjangan, mulai dari pengetatan anggaran, pencabutan subsidi sosial, proteksi dalam negeri, hingga perubahan strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pun dilakukan. Namun seperti takdir yang selalu mengikuti krisis merupakan penyakit bawaan dari system ekonomi Kapitalisme itu sendiri. System ekonomi yang mengakibatkan ketimpangan sosial yang begitu dalam tidak akan pernah pulih selama akar dalam masalah kapitalisme itu sendiri tidak dihapuskan.
Banyak Lembaga dan juga ahli ekonomi memprediksi tahun 2020 akan terjadi resesi dunia termasuk Indonesia. Perlambatan ekonomi dunia akibat perang dagang, dan situasi geopolitik dunia menajdi sinyal bahwa resesi ekonomi mulai tampak nyata didepan mata. Bagaimana dengan sikap pemerintah Indonesia? Hutang Indonesia seperti dilaporkan sampai dengan bulan Oktober 2019 sudah mencapai Rp. 5.553,5 Triliun. Pencapaian hutang yang luar biasa ditengah pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan.
Menghadapi resesi ekonomi yang ada di depan mata pemerintah pun menjawabnya dengan mengeluarkan kebijakan Omnibus Law. Mengapa pemerintah harus menerbitkan Omnibus Law? Karena bagi pemerintah jalan satu – satunya menghindari krisis ialah mengundang sebanyak – banyaknya investasi masuk ke Indonesia. Bagaimana caranya mengundang investasi masuk ialah dengan cara yang brutal sekali yakni memangkas segala hal yang dianggap sebagai hambatan bagi masuknya investasi. Dihilangkan atau semakin dibatasinya jaminan pekerjaan, jaminan pesangon, jaminan sosial, jaminan upah yang layak, kemudahan dalam eksploitasi alam, jaminan bagi pembangunan infrastruktur, dan yang pasti pemerintah akan siap menghadang setiap perlawanan yang muncul dari gerakan rakyat.
Ironisnya banyaknya jumlah penduduk yang diartikan sebagai melimpahnya jumlah tenaga kerja serta Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya raya menjadi incaran eksploitasi para pemilik modal. Politik upah murah, fleksibilitas tenaga kerja, carut marutnya persoalan agraria, tingkat pengangguran yang tinggi, serta mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan menjadi persoalan serius bangsa ini.
Indonesia dikuasai Oligarkhi
Ditengah pertarungan para negara dan korporasi memperebutkan Indonesia, elit politik dan negara justru hanya menjadi fasilitator bagi penghisapan yang dilakukan tersebut. Ribut – ribut dan drama Pemilu 2019 kemarin telah selesai. Hasilnya adalah semua kelompok yang bertarung mengatas namakan rakyat Indonesia hingga menimbulkan perpecahan dan kebencian sesama rakyat saat ini bersatu padu berbagi kekuasaan ekonomi dan politik serta kompak dalam melanggengkan penindasan terhadap rakyat.
Bersatunya elit politik paska pemilu 2019 kemarin seharusnya menyadarkan rakyat Indonesia bahwa sesungguhnya perubahan tidak bisa dititipkan kepada mereka yang nyata – nyata terlibat langsung dalam penghisapan darah dan keringat rakyat Indonesia. Bersatunya elit politik juga menandakan bahwa Indonesia saat ini hanya dikuasai oleh oligarkhi – oligarkhi yang saling berbagi jatah proyek ekonomi dengan jalan menguasai arena politik sambil berteriak membela rakyat padahal sesungguhnya mereka lah yang menjual kepala rakyat Indonesia kepada pemilik modal yang merupakan tuan mereka sendiri.
Agar mereka dapat terus menikmati kekayaan hasil dari merampok SDA, menjilat kepentingan korporasi asing dan memeras keringat buruh maka mereka harus menguasai kekuasaan politik. Maka dibuatlah peraturan yang mempersulit gerakan rakyat untuk dapat bertarung dalam arena politik dan juga mempersempit ruang demokrasi dengan pembungkaman – pembungkaman aksi yang dilakukan dengan cara – cara kekerasan layaknya Orde Baru ketika berkuasa.
Buruh Bangkit Dan Bangun Partai Massa
Sementara itu para elit politik yang bertikai sudah berhasil menyusun konsolidasi kekuatannya, Gerakan Rakyat di Indonesia masih terserak – serak menjadi kekuatan – kekuatan kecil yang belum mampu berhimpun menggabungkan kekuatan dan mentransformasikan dirinya menjadi kekuatan politik rakyat yang siap bertarung menghadapi kekuatan politik borjuasi. Cita – cita membangun satu Partai Massa Gerakan Rakyat hingga saat ini belum mampu mencapai hasil yang diinginkan secepat yang dibayangkan.
Mengapa membangun alat politik alternatif atau Partai Massa begitu sulit dan lama sekali? Harus disadari bersama paska tragedi 1965 dimana rezim orde baru menghancurkan gerakan rakyat dan tidak tersisa sama sekali, baru era reformasi lah gerakan rakyat mulai tumbuh kembali dari titik nol dan mulai membangun kekuatan dengan imajinasi yang terputus selama puluhan tahun. Bisa dibayangkan bagaimana kecilnya gerakan rakyat yang baru tumbuh dihadapkan pada kekuatan borjuasi yang sesungguhnya pada era reformasi tidak pernah tumbang.
Buruh dan rakyat harus membangun Partainya sendiri. Tentu partai ini bukanlah sekedar alat politik yang baru dari partai yang sudah ada, melainkan adalah alternatif atau antitesa, atau berkebalikan dari partai yang ada saat ini yang dikuasai oleh politisi busuk serta pemodal. Kalau partai borjuasi saat ini elitis, korup, tidak demokratis, berisi manusia – manusia pelanggar HAM, serta menutup ruang gerakan rakyat, maka alat politik kita adalah sebaliknya. Partai yang kita bangun haruslah demokratis, partisipatif, mandiri, tidak bersandar pada kekuatan elit borjuasi, menjunjung tinggi penegakan HAM dan kesetaraan, serta selalu berdiri didepan bersama rakyat dalam setiap perjuangan rakyat dimana pun.
Membangun budaya demokratis dan partisipasi tentu merupakan pekerjaan yang paling banyak menyita waktu. Proses ini harus memastikan bahwa setiap unsur dari tingkat dan teritori yang terkecil (misal : pabrik, kampus, kampung/desa) juga teribat dalam proses pembangunan alat politik. Diskusi, rapat, aksi – aksi, bahkan sekedar arisan sesama anggota haruslah menempatkan mereka sebagai subjek pembangun bukan sekedar objek penerima informasi atau sosialisasi semata hasil konsolidasi rapat – rapat para pimpinan. Mengorganisir massa, menyatukan perspektif massa, menyamakan langgam gerak massa adalah kewajiban proses yang tidak boleh dilewati.
Partisipasi adalah kunci, bukan sekedar slogan pemanis buatan. Kesabaran yang revolusioner adalah modal utama. Itulah yang membedakan antara membangun alat politik alternatif dengan sekedar taktik politik dukung mendukung yang tidak memperdulikan aspirasi tingkat bawah dan juga sejarah pengkhianatan rakyat yang dilakukan oleh elit politik berkali – kali. Tugas utama kita sekarang adalah membangun kesadaran bahwa kebutuhan membangun partai adalah kebutuhan rakyat Indonesia yang telah lama tertindas sambil terus melawan dengan radikalisasi dan mobilisasi untuk membuktikan kepada rezim ini bahwa rakyat akan menentukan nasibnya sendiri..
* Penulis adalah Jason Rangga DPP PP FPBI dan juga DPP BPN KPR
Referensi :
- https://katadata.co.id/berita/2020/01/08/perang-dagang-hingga-resesi-yang-menghantui-ekonomi-2020
- https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191228165634-532-460689/jokowi-dan-tenggat-waktu-dua-bulan-keluarkan-ri-dari-resesi
- https://katadata.co.id/berita/2019/12/27/mengenal-omnibus-law-jurus-pamungkas-pemerintah-menarik-investasi
- https://www.cnbcindonesia.com/market/20191015104623-17-107048/makin-bengkak-utang-luar-negeri-ri-naik-jadi-rp-55535-t
- https://www.arahrakyat.com/membangun-narasi-sikap-politik-kelas-buruh-dalam-menghadapi-pemilu-2019/