
- Omnibuslaw UU Cipta Kerja; Murni Kepentingan Penguasa Modal (Korporasi).
Omnibuslaw UU Cipta Kerja bukanlah produk hukum, melainkan produk Politik. Tujuan disahkannya Omnibuslaw sebenarnya sebagai langkah strategis penyelamatan dan penarikan investasi ke Indonesia, Rezim Oligarki bermaksud membangun iklim investasi yang aman dan nyaman di Indonesia. Banyak regulasi Perundang-undangan di Republik Indonesia yang dianggap menghambat arus investasi masuk dan berkembang. Sehingga membutuhkan revisi, untuk menghapus / menghilangkan dan merubah pasal-pasal Undang-Undang yang dianggap menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia. Banyaknya UU yang perlu direvisi, jika program tersebut digarap satu persatu tentu akan membutuhkan waktu yang lama dan memakan anggaran belanja negara yang banyak pula. Sehingga dipakailah konsep Omnibus Law, tujuannya untuk melakukan revisi berbagai UU secara serentak. Dikarenakan kepentingan dibalik pengesahan Omnibuslaw Cipta Kerja adalah kepentingan korporasi, sudah barang tentu dalam prosesnya tidak akan melibatkan unsur lain, selain kelompoknya mereka sendiri.
- Pengesahan Omnibuslaw UU Cipta Kerja; Rakyat dan Alam Indonesia Jadi Tumbal Kerakusan Korporasi.
Omnibuslaw UU Cipta Kerja kronik masalahnya sebenarnya bukan hanya terjadi di klaster Ketenagakerjaan saja. Kalau kita meninjau ulang, siapa sajakah satuan tugas (petugas khusus) yang ditunjuk untuk membahas Omnibuslaw Cipta Kerja, ialah mereka kelompok Pengusaha Properti, Perkebunan, Pertambangan, Asosiasi Pengusaha Indonesia, sisanya Kepala Daerah. Kepentingan mereka adalah bagaimana mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari hasil tambang, hasil perkebunan, pembangunan-pembangunan properti, atas modal yang mereka tanam di Indonesia mendapatkan hasil yang semakin berlimpah. Bagi mereka soal klaster ketenagakerjaan (upah, status kerja, cuti dll) adalah komponen terkecil dalam usaha mengeruk hasil yang maksimal dari pengesahan Omnibuslaw UU Cipta Kerja. Kesimpulan ini bisa terlihat, Rezim Oligarki mau memberi ruang untuk peninjauan ulang pasal-pasal di klaster Ketenagakerjaan.
Sebetulnya unsur-unsur masyarakat yang akan dijadikan tumbal Omnibuslaw Cipta Kerja bukan hanya buruh/pekerja saja, seluruh unsur rakyat akan dijadikan tumbal kerakusan penguasa modal yang bercokol di Republik Indonesia. Bukti kongkritnya sudah terlihat, banjir bandang yang terjadi di Kalimantan, di Cikarang, yang baru baru ini terjadi di NTB dan NTT. Hal tersebut tak lepas dari kerakusan korporasi korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam dan pengadaan proyek proyek pembangunan di Indonesia yang tidak mempertimbangkan keadaan alam kita jangka panjangnya akan seperti apa. Pembangunan pabrik-pabrik, apartement, kawasan perumahan, gedung-gedung bertingkat seringkali tidak mempertimbangkan analisis dampak lingkungannya. Hal tersebut diperparah dengan pemerintahan kita yang korup, mudah diajak bernegosiasi sama pemilik modal. Sekarang juga semakin marak terjadi kasus perampasan tanah tanah warga dengan status Hak Milik oleh aparatur negara dengan dalih untuk proyek Pembangunan Nasional.
Lalu bagaimana atau apa yang akan kita lakukan ke depannya sedangkan saat ini siatuasinya benar-benar melemahkan kita? Pertama, dalih larangan berkumpul di saat pandemi covid-19 selalu digunakan pemerintah lewat aparatur negaranya untuk melakukan pengekangan ruang demokrasi gerakan rakyat. Kedua, upaya pelemahan lainnya juga dilakukan oleh pengusaha dengan memperketat aturan perusahaan agar pekerjanya tidak melakukan aktifitas di luar perusahaan. Ketiga, rakyat sedang dininabobokan dengan program-program bantuan yang besarannya tidak seberapa. Bagaimana kita akan menyikapi situasi yang sekarang ini terjadi? Dahulu kita pernah punya tradisi aksi massa di kawasan-kawasan industri di Cikarang. Kemudian karena tradisi yang dilakukan secara terus menerus itulah sehingga memicu pergerakan besar. Tentu aksi massa ini bukanlah sekedar membangun eksistensi gerakan kita saja, melainkan sebagai stimulus gerakan terhadap kelompok gerakan lainnya. Bukan hanya aksi massa saja, melainkan membangun rutinitas diskusi di lingkaran internal, di kontrakan-kontrakan, di komplek-komplek perumahan tentang kebiadaban Omnibuslaw UU Cipta Kerja dan aturan-aturan turunannya. Tindakan ini tentu perlu segera kita bangun kembali, mengingat kesewenang-wenangan kaum pemodal bersama oligarki semakin menjadi.
- Refleksi pergerakan Tolak Pengesahan Omnibuslaw
Gelombang pergerakan rakyat menolak disahkannya Omnibuslaw Cipta Kerja di akhir tahun 2020, terbilang cukup besar. Hampir seluruh daerah di Indonesia terjadi gelombang penolakan secara besar-besaran. Namun yang sangat disayangkan, gelombang massa aksi yang menolak terjadi begitu besar tapi tanpa persiapan yang matang, dan tanpa arahan terpusat. Sehingga pergerakan yang terjadi hanya muncul sesaat lalu hilang. Mestinya dengan pergerakan massa kemarin, harusnya ada kepemimpinan terpusat yang mengatur sehingga kekuatan sebanyak itu bisa dimaksimalkan. Belum adanya bangunan persatuan yang strategis di tingkat Nasional dan hampir di semua daerah itulah yang menyebabkan pergerakan berlangsung tidak terarah.
Dominasi gerakan penolakan Omnibuslaw di Jakarta maupun beberapa daerah lain, masih didominasi oleh kelompok-kelompok gerakan buruh selebihnya kelompok mahasiswa dan pemuda. Di beberapa wilayah malah gerakan penolakan omnibuslaw bentrok sendiri dengan kelompok masyarakat. Ini menjadi bukti bahwa belum ada pemahaman yang utuh di masyarakat soal omnibuslaw UU Cipta Kerja. Tidak bisa dipungkiri memang, sosialisasi yang kebanyakan dilakukan oleh kelompok kelompok gerakan terkait omnibuslaw memang hanya massif di sosial media. Sangat jarang bahkan bisa jadi belum ada yang membangun pendiskusian-pendiskusian dengan masyarakat sampai tingkatan bawah.
Situasi pandemi ini memang menjadi keuntungan tersendiri bagi rezim Oligarki dan kelompok kelompok korporat (Penguasa Modal) untuk membuat rakyat diam. Dalih larangan berkumpul (mengadakan perkumpulan) di saat pandemi sering dijadikan dalil untuk melakukan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat yang melakukan aksi massa demonstrasi. Namun bukan berarti situasi sekarang ini membuat gerakan rakyat menjadi melemah. Menjadi pekerjaan bersama bagaimana menentukan strategi dan langkah yang akan dilakukan dalam situasi yang sekarang ini. Bukan hanya untuk memunculkan eksistensi, tapi lebih memberikan stimulus (dorongan) radikalisasi gerakan rakyat atas situasi yang sekarang ini sedang terjadi.
- Perlunya membangun Penyatuan Gerakan Rakyat yang Lebih Maju.
Kalau disepakati bahwa Omnibuslaw adalah isu politik. Maka sangat diperlukan sebuah alat politik (bangunan persatuan) yang strategis untuk mengawal penyikapan penyikapan selanjutnya. Bahwa saat ini rezim oligarki masih menggodok peraturan-peraturan turunan Omnibuslaw UU Cipta Kerja.
Apakah masih ada gerakan yang terbangun atas penyikapan penolakan disahkannya Omnibuslaw dari Nasional sampai daerah yang sampai sekarang masih bisa terkonsolidasi melakukan perawanan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja? Kebanyakan bangunan persatuan gerakan rakyat dari tingkat Nasional sampai daerah-daerah masih berbentuk aliansi cair. Oleh karena itu, bangunan persatuan tersebut hanyalah bersifat sementara dan sebagian gerakan-gerakan masih bersifat sporadis tanpa persiapan yang matang, meledak lalu dengan cepat redup kembali.
Secara organisasi, Federasi Perjuangan Buruh Indonesia akan mengambil momentum Mayday tahun ini sebagai ruang untuk membangun kembali dinamika perlawanan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja yang saat ini sudah mulai meredup. Baik dinamika perlawanan di tingkat pabrik, di kawasan-kawasan industri, maupun dinamika perlawanan secara nasionalnya. Langkah ini akan kita mulai dari pengkualitasan internal kita. Maka sangatlah penting untuk kita menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang sudah lama kita tinggalkan, dahulu kita pernah punya tradisi aksi massa di kawasan-kawasan industri, diskusi di pabrik, di kontrakan-kontrakan buruh, mengadakan rapat-rapat akbar. Langkah politik yang tak kalah penting adalah membangun komunikasi politik antar serikat buruh antar perusahaan (pabrik), memperluas dan mendorong bangunan aliansi yang sudah terbangun untuk bersepakat menjadi bangunan persatuan yang lebih maju baik di tingkat daerah sampai tingkat nasional.
Maka di Mayday kali ini, alasan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia membawa tema besar Bergerak Bersama Cabut Omnibuslaw Bangun Partai Massa adalah sebagai berikut; Pertama, pengesahan Omnibuslaw UU Cipta Kerja kepentingannya hanya untuk kelompok korporat (pemilik modal), rakyat dan alam Indonesia hanya dijadikan tumbal keserakahan kelompok mereka. Kedua, tidak hanya kaum buruh saja yang dijadikan tumbal dari disahkannya Omnibuslaw UU Cipta Kerja, melainkan seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, ada keterbatasan-keterbatasan dalam tubuh kita sebagai ormas buruh, sehingga tidak mungkin bisa jika kita melakukannya sendiri. Keempat, Omnibuslaw tidak serta merta kita katakan sebagai produk hukum, lebih tepatnya adalah produk politik. Maka, perlu tindakan politik yang dibangun melalui kesepakatan bersama antar unsur-unsur masyarakat yang terpimpin dan terarah. Hal itu akan terjadi jika unsur-unsur gerakan rakyat sudah tergabung dalam satu wadah persatuan dengan dasar pemikiran yang sama dan tindakan yang didasari kesepakatan bersama dalam tubuh persatuan tersebut. Kelima, partai massa yang akan kita bangun bukanlah partai massa yang berkeinginan untuk mengikuti politik elektoral saja. Partai massa tersebut adalah pusat perjuangan gerakan rakyat. Alat perjuangan yang akan digunakan untuk menjawab keterbatasan-keterbatasan dari perjuangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tergabung di dalamnya.