(Pelemahan Rupiah dan Kelangkaan Bahan Baku)
Pendahuluan
Merebaknya wabah Covid-19 telah berdampak terhadap penurunan perekonomian Negara dan tingkat daya beli masyarakat. Belum selesai dengan wabah Covid-19, ancaman krisis ekonomi kian menjadi kenyataan tatkala nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah di pasar spot pada perdagangan Jumat (20/3) ditutup melemah 0,30% ke Rp 15.960 per dolar AS. Bahkan, pada pukul 15.22 WIB, kurs rupiah sempat menyentuh Rp 16.225 per dolar AS. Dan kurs rupiah terus terjun bebas mencapai Rp16.650 per dolar AS pada Senin (23/3/2020). Sementara itu, jika dihitung sejak awal 2020, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah 15,10%.
Jelas pelemahan nilai tukar ini akan bedampak pada dua (2) aspek besar yaitu: pertama, Utang Luar Negeri (ULN). Nilai ULN semakin membengkak dan akan memungkinkan terjadi gagal bayar. Di banyak Negara, krisis ekonomi sering diawali dengan gagal bayar utang, baik utang negara ataupun utang swasta. Indonesia pun memiliki pengalaman pahit ketika krisis tahun 1998. Ketergantungan terhadap utang luar negeri adalah sebuah bom waktu yang pada titik tertentu akan meledak dan salah satu pemicunya adalah pelemahan nilai tukar terhadap dolar.
Kedua, bahan baku berbasis impor. Tergantungan industri terhadap bahan baku impor juga akan menjadi efek negatif bagi ketahanan ekonomi nasional menjadi rapuh. Bak raksasa berkaki lempung, alih-alih meningkatkan pertumbuhan ekonomi tapi sekali terkena badai akan ambruk dan rakyat yang menjadi korban.
Setidaknya ada 4 (empat) emiten berbasis impor yang terkena dampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yaitu: industri besi dan baja, industri otomotif dan elektronik, industri farmasi, Industri tekstil. Kelangkaan terhadap bahan baku tentu akan berdampak pada penurunan hasil produksi, bahkan jika tidak tersedia bahan baku maka yang terjadi adalah menghentikan proses produksi. Siapa yang akan menjadi korban? Di era tatanan kapitalisme, tentu buruh akan korban. Karena yang ada dalam kepala para pengusaha dalam menjawab kelangkaan bahan baku adalah pengurangan buruh.
Rumusan Masalah
- Apakan ketergantungan Utang Luar Negeri akan memicu krisis?
- Kelangkaan Bahan Baku Industri akan berdampak Pemutusan Hubungan Kerja?
Pembahasan
-
Utang Luar Negeri adalah candu.
- Pengertian Utang Luar Negeri
Berdasarkan Wikipedia, utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
- Dampak utang luar negeri
Alasan pemerintah terus melakukan utang luar negeri adalah untuk pembiyaan pembangunan. Apalagi pemerintah sedang menggalakan pembangunan infrastruktur termasuk juga pembangunan ibu kota baru. Utang Luar Negeri menjadi pilihan sebagai alternatif pendanaan.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah selalu mengandalkan untang luar negeri dalam menjalankan program pembangunan dari rezim ke rezim. Utang luar negeri dari dulu hingga sekarang telah mengurita menjadi berhala menjadi candu, tanpa utang luar negeri pemerintah tidak dapat menjalankan pembangunan.
Ketergantungan adalah dampak dari kebijakan utang luar negeri. Apabila pengelolaannya dilakukan dengan tidak baik, utang luar negeri akan menjadi masalah bagi pemerintah, karena utang luar negeri yang terlalu besar dapat membawa pembangunan ekonomi ke dalam perangkap utang sehingga banyak bergantung kepada negara kreditur (Mahyudi, 2004 ; Bullow-Rogoff ,1990).
Seknas Fitra mencatat anggaran pembangunan infrastruktur di pemerintahan Jokowi sudah menembus Rp300 triliun. Bahkan pada 2017, APBN defisit 2,93 persen dan hampir menyentuh batas 3 persen yang diatur Undang-undang Keuangan. Sementara Utang Luar Negeri Indonesia, yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral serta swasta, hingga akhir Januari 2020 tercatat USD 410,80 miliar. Tentu seiring pelemahan rupiah terhadap dolar akan membuat utang semakin membengkak.
Dampak paling mengerikan dari utang luar negeri adalah memicu krisis ekonomi nasional. Pemerintah tidak belajar dari pengalaman 1997-1998, pemerintah Orde Baru Koleps karena utang luar negeri. Jika krisis ekonomi meledak, rakyatlah yang menjadi korban. Rakyat tidak menikmati utang luar negeri tetapi rakyatlah yang dipaksa membanyar dengan berbagai pajak.
- Pemerintah harus hentikan utang luar negeri
Semasa Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Presiden Amerika Serikat George Walker Bush menyepakati untuk menghapus 100 persen utang negara-negara miskin di benua Afrika. Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang (sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman. Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang najis) atau criminal debt (utang kriminal).
Menurut M. Sadli, dalam ulasan di Tempo mengatakan rapor politik Orde Baru paling banyak angka merahnya. Represi politik serta KKN-nya merupakan noda rezim Orde Baru, yang menjadi identik dengan rezim Soeharto. Era Orde Baru saat rezim Soeharto, APBN tidak lepas dari utang, bahkan rasio utang pernah mencapai 57,7% terhadap PDB, yaitu saat krisis ekonomi 1998 terjadi. Jumlah utang membengkak karena terjadinya depresiasi mata uang rupiah.
Dengan alasan utang najis, maka seharusnya pemerintah saat ini dapat melakukan gugatan untuk menghapus utang luar negeri orde baru dan sudah saatnya pemerintah sekarang berhenti melakukan pinjaman utang luar negeri.
-
Simalakama Bahan Baku Impor
- Kelangkaan bahan baku
- industri besi dan baja. Serbuan impor baja terutama dari Tiongkok, produsen baja terbesar di dunia. Kebutuhan baja dalam negeri terus meningkat karena maraknya pembangunan proyek infrastruktur. Perkiraan kebutuhan per tahun sekitar 14-15 juta ton. Sementara, produksi dalam negeri sekitar 8 juta ton. Penambahan pasokan baja dari pabrik dalam negeri belum berhasil mengejar kebutuhan nasional. Tahun ini, penambahan kapasitas baja hanya datang dari Krakatau Steel. Jumlahnya belum mampu menghentikan ketergantungan impor.
- industri otomotif dan elektronik. Dampak pelemahan nilai tukar ini juga menerpa industri otomotif dan elektronik dalam negeri. Pasalnya industri ini tergolong cukup bergantung impor komponen sehingga pasokannya semakin seret karena kendala harga. Pukulan terhadap industri ini bahkan sudah terjadi jauh sebelum pelemahan nilai tukar rupiah terjadi. Menurunya produksi komponen otomotif dan elektronik, ketika COVID-19 merebak di Cina, berujung penurunan impor bahan baku selama Januari-Februari 2020.
- Industri Farmasi. Sejak virus merebak, sejumlah industri mulai kesulitan mendapatkan bahan baku produksi, utamanya bahan baku impor dari China. Industri Farmasi pun menui badai, sebab saat ini kebutuhan impor obat masih mencapai 90% untuk dalam negeri.
- Industri Tekstil. Pelemahan Rupiah juga akan membuat biaya impor bahan baku tekstil melonjak. Saat ini lebih dari 70% bahan baku tekstil yang digunakan untuk industri domestik berasal dari impor, terbesar dari China.
- Buruh menjadi korban
Ketergantungan terhadap bahan baku impor dan Utang Luar negeri menjadi momok bagi ketahanan ekonomi nasional yang juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat. Situasi merebaknya wabah covid-19 dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar, buruh adalah barisan terdepan yang dikorbankan:
- Masih banyak buruh dipaksa bekerja, meski penyebaran virus covid-19 semakin meningkat.
- Pengusaha memberikan opsi meliburkan buruh dengan tidak membayar upah secara penuh. Misalnya PT. JCAS yang ada di Jakarta meliburkan buruh selama 3 samapai 6 bulan dengan membayar upah 30% dari UMP.
- Modus efesiensi dengurangi pekerja secara bertahap (PHK).
- Dengan modus penurunan produksi, pengusaha Mengurangi Tunjangan Hari Raya
- Negara lalai dalam memberikan hak kepada rakyat selama dalam karantina wilayah, yaitu; kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
- Bangun industrialisasi nasional
Sangat disayangankan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035, Pemerintah tidak percaya diri dalam membangun industrialisasi nasional, sehingga Negara masih menghamba pada investasi dan korporasi multinasional.
Ketidakpercayaan-diri semakin jelas dengan usulan Omnibus Law Klaster Cipta Kerja, dimana pemerintah ingin menyederhanakan peraturan perundang-undangan untuk memfasilitasi investasi.
- Sekali lagi, membangun industrialisasi nasional dari hulu-hilir secara mandiri untuk kesejahteraan rakyat. Menghapus PP No. 14/2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035. Membuat Peraturan Pemerintah membangun Industrialisasi secara mandiri.
- Mengembalikan peran BUMN sebagai perusahaan Negara 100% dan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
- Memutus Kontrak karya dengan perusahaan-perusahaan multinasional, seperti; PT Freeport McMoran Indonesia, PT Newmon, PT INCO, dll.
- Membuat regulasi untuk menasionalisasi asset-aset perusahaan multinasional di Indonesia.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat kesimpulan sebagai berikut:
- Ketergantungan terhadap utang luar negeri dan bahan baku impor menunjukan bahwa Negara belum serius dalam membangun kekuatan ekonomi nasional. Utang luar negeri dan bahan baku impor adalah simbol berhala baru, menjadi candu.
- Pemerintah harus berani menghapus utang luar negeri dan menghentikan utang luar negeri baru. Sudah saatnya pemeintah membangun industrialisasi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
- Buruh menjadi barisan terdepan yang menjadi korban dari kelangkaan bahan baku dan modus PHK dijalankan oleh para pengusa.
- Dalam situasi wabah virus Covid-19, dibutuhkan peran Negara dalam melindungi rakyat. Jalankan regulasi tentang karantina wilayah dan berikan hak-hak kepada rakyat. Untuk buruh pemerintah memaksa perusahaan untuk menghentikan proses produksi selama waktu yang ditentukan dengan membayar penuh upah buruh selama tidak bekerja. Hukum para pengusaha yang tidak membayar upah secara penuh selama buruh tidak bekerja.
oleh : AZMIR ZAHARA