Sejarah Singkat FPBI
Pada tahun 2002 menjadi awal tonggak sejarah cikal bakal lahirnya FPBI yang diawali dengan terbentuknya Organisasi Buruh Sintertech Indonesia (OBSI) PT. Sintertech yang beralamat di Kawasan Industri Jababeka I Blok JM. OBSI melaksanakan Kongres pertamanya pada tanggal 7 Juli 2002 di Cikarang yang dihadiri hampir semua buruh yang bekerja di PT. Sintertech serta dihadiri oleh undangan sekaligus yang mengawal lahirnya OBSI yaitu Komite Advokasi Buruh (KAB). Lahirnya OBSI didasari oleh persoalan tentang hak-hak normative terutama persoalan Jamsostek yang tidak pernah dibayarkan oleh pihak perusahaan.
Berjalannya waktu kawan-kawan yang tergabung dalam OBSI mulai menyadari bahwa yang menjadi persoalan buruh adalah terletak pada produk hukum tentang kebijakan Undang-Undang atau Peraturan lainnya yang tidak berpihak pada buruh, karena seberapapun kuatnya Serikat Buruh/Pekerja didalam pabrik tidak berarti apa-apa selama produk hukum dan kebijakan pemerintah belum sepenuhnya membela kepentingan kaum buruh. Dari dasar itu kawan-kawan yang tergabung dalam OBSI memutuskan mengajak kawan-kawan yang ada di sekitar pabriknya untuk segera membuat organisasi buruh yang berfungsi sebagai pembela terhadap hak-hak buruh sekaligus sebgagai wadah untuk belajar bersama.
Kemudian tepat pada tahun 2004 terbentuklah Organisasi Buruh Nic Indonesia (OBNI) yang berlokasi persis di sebelah PT. Sintertech, namun dalam perjalanannya kawan-kawan buruh PT. Nic tidak sanggup menjalankan organisasi sebagaimana mestinya. Pengurus tidak sanggup menahan gempuran dari manajemen melalui intimidasi, salah satunya dengan cara pemberian jabatan, dan penawaran pensiun dini dengan pesangon 2 PMTK bagi yang menolak pemberian jabatan, sehingga saat ini organisasi tersebut sudah tidak berjalan lagi.
Melihat kegagalan pembangunan di PT. Nic menjadi bahan evaluasi bersama antara KAB dengan OBSI untuk terus melakukan pengorganisiran. Sehingga pada bulan Februari 2005 terbentuklah Serikat Buruh Madusari Bersatu (SBMS), lalu disusul oleh Organisasi Buruh Mitratama (OBM). Kemudian tiga organisasi tersebut (OBSI, SBMS, OBM) sering melakukan pendiskusian mengenai hak-hak normative sampai adanya satu keinginan bersama untuk membentuk organisasi yang bersifat Federasi. Keinginan ini muncul bukan karena semata-mata ingin gagah-gagahan tapi didasari atas satu pembacaan situasi yang cukup alot dan panjang dari mulai persoalan Serikat Buruh yang sudah saat itu belum mampu melakukan kerja-kerja sebagaimana semestinya Serikat Buruh sehingga dibutuhkan satu organisasi yang baru untuk mewadahi kawan-kawan yang belum berserikat.
Melihat kenyataannya bahwa tiga organisasi ini belum cukup memenuhi syarat menjadi Federasi karena syarat menjadi Federasi harus memiliki lima organisasi tingkat pabrik, maka kesepakatan saat itu adalah membuat Forum Komunikasi Buruh Cikarang (FKBC) yang saat pembentukannya di Koordinatori oleh salah satu anggota dari SBMS. Kerja pertama FKBC adalah membuat agenda pelatihan tentang beracara di persidangan, dan mengundang serikat-serikat buruh tingkat pabrik yang salah satunya yang hadir adalah Serikat Pekerja PT. Kyowa Indonesia (SPKYI). Dalam perjalanannya SPKYI akhirnya bergabung dalam FKBC .
Pada awal berdirinya, FKBC sudah dihadapkan pada satu persoalan yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan kaum buruh, yaitu pemerintah sudah memperlihatkan watak aslinya dengan adanya rencana revisi UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan rencana revisi tersebut akhirnya mampu digagalkan oleh kekuatan Persatuan kaum buruh. Pada saat itu FKBC tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (AMB) dalam menyuarakan penolakan revisi UU 13. Sejak saat itu FKBC semakin yakin akan kekuatan kaum buruh dapat merubah segalanya dari hal yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Kepercayaan diri FKBC yang masih kecil saat itu akan tidak berarti apa-apa tanpa segera membangun kekuatan dengan memperbanyak anggota. Lalu FKBC berhasil menjalin kontak dengan buruh CV. Jaya Abadi yang beralamat di Jakarta, dan mereka bersepakat akan satu kebutuhan bersama mengenai organisasi yang berbentuk Federasi.
Singkatnya, pada tanggal 17 September 2006 diadakan Kongres Pertama di Karawang, Jawa Barat dan secara bersama-sama secara Demokratis memutuskan mengubah FKBC menjadi FPBJ (Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek) yang terdiri dari lima Pimpinan Tingkat Perusahaan (PTP) diantaranya, PTP FPBJ PT Sintertech, PTP FPBJ PT Madusari, PTP FPBJ PT Mitratama, PTP FPBJ PT Kyowa, dan PTP FPBJ CV Jaya Abadi. Tahun 2006 merupakan tonggak dari sejarah awal terbentuknya sebuah salah satu organisasi buruh yang berbentuk Federasi. Pra 2006 sebelum terbentuknya Federasi, pembangunan organisasi massa kaum buruh atau serikat buruh/pekerja sama sekali belum memiliki peran dan posisi yang cukup terlihat, termasuk dalam perjuangan menuntut hak-hak normative karena awal pembangunannya dimulai dari NOL dari satu orang kemudia menjadi beberapa orang lalu menjadi satu serikat buruh tingkat pabrik. Kemauan, disiplin, kesetiaan para perintis awal, akhirnya mampu memberikan harapan meskipun harapan tersebut masih sangat kecil namun didalamnya terdapat harapan yang sangat besar menuju cita-cita kaum buruh. Berbekal keyakinan dan percaya pada hukum dialektika bahwa segala sesuatu akan berubah, menjadi dorongan motivasi bagi kawan-kawan saat itu untuk terus berproses melakukan pembesaran organisasi. Disamping pekerjaan pembesaran organisasi, kerja-kerja lain pun dilakukan yaitu perjuangan menuntut hak-hak normative yang tentunya berdasarkan UU Ketenagakerjaan serta hasil kajian bersama kawan-kawan yang tergabung dalam KAB.
Terus berpikir dan berpraktek, belajar sambil berpraktek, belajar sambil berjuang, berjuang sambil belajar, alhasil kerja-kerja organisasi mulai terlihat seperti terjadinya penambahan anggota yang awalnya hanya lima basis pabrik menjadi puluhan basis pabrik, kemenangan-kemenangan kecil dalam perjuangan normative, setidaknya hal itu menjadi bukti untuk semakin memperkuat persatuan, semangat, dan keyakinan anggota. Dan pada tanggal 13-15 Januari 2013 di Cibodas, Bogor, Jawa Barat dalam Kongres Ketiga memutuskan secara bersama dan secara demokratis bahwa FPBJ berubah nama menjadi FPBI (Federasi Perjuangan Buruh Indonesia) karena perjuangannya semakin meluas, tidak lagi hanya di Jabodetabek. berkat kerja keras bersama kini panji-panji perlawan FPBI telah banyak berkibar diberbagai wilayah di Indonesia mulai dari DKI Jakarta,Jawa barat,Jawa tengah, Lampung, Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Batam, Kalimantan, dan masih baru-baru ini berkat kerjasama KPR berhasil membangun FPBI di Dompu Bima wilayah Nusa tenggara barat, dan di beberapa wilayah lainnya sedang terus dilakukan pengorganisiran.
Tak dapat dipungkiri bahwa selama perjalanannya, organisasi FPBI ini sudah mampu ikut mewarnai dinamika gerakan buruh maupun gerakan rakyat di Indonesia, meskipun kita semua juga menyadari masih banyak kekurangan yang membutuhkan perbaikan disana sini. Mengingat juga kekuatan Federasi belum cukup kuat untuk menggempur kekuatan lawan dan sebagai sekolah,alat perjuangan juga sekaligus sebagai benteng pertahanan organisasi,tepat pada tanggal 2 September 2016 lahirlah sebuah wadah Konfederasi Buruh yaitu KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia), dimana dalam perjalanan pembangunan Konfederasi tersebut, FPBI menjadi salah satu Federasi yang ikut berperan aktif dan menjadi pelopor akan satu kebutuhan pembangunan Konfederasi. kemudian FPBI juga memandang bahwa perjuangan untuk melakukan perubahan pada nasib buruh ini tidak akan pernah tercapai kalau hanya menjadi perjuangan sektoral buruh semata, karena penindasan dari sistem kapitalisme saat ini sudah mencengkeram sangat dalam dari segala sendi kehidupan masyarakat. Para elit dan partai borjuasi yang hari ini berkuasa menjalankan politik liberal di Indonesia berhasil mempengaruhi segala kebijakan ekonomi politik,menyebabkan makin terpuruknya nasib rakyat khususnya kaum buruh yang hari ini semakin jauh dari kesejahteraan. Selain terus berupaya membesarkan kekuatan gerakan buruh, sejak tahun 2015 sebagai kerja-kerja politik FPBI kemudian mendorong pengutan KPR yang sudah ada sejak tahun 2000an untuk mengambil peranan dalam pembangunan persatuan gerakan rakyat yang lebih luas dan kuat, KPR pada awalnya baru sebatas Komite aksi kita majukan menjadi organisasi multi sektor yang punya visi kedepan sebagai embrio cikal bakal partai massa rakyat yang diharapkan mampu memyatukan kekuatan politik gerakan rakyat yang akan siap berhadap-hadapan dengan kekuatan politik borjuasi yang melanggengkan penindasan dan pada bulan Agustus tahun 2018 KPR berhasil melaksanakan kongres pertamanya di Lombok Mataram NTB sekaligus meneguhkan kapasitas dan kualitasnya sebagai Front politik hal ini telah menjadi bukti konsistensi FPBI sampai hari ini dalam membangun persatuan gerakan rakyat yang kuat mandiri dengan perspektif perjuangan klas.
Tumbuh, berkembang, bangkit, dan terus melawan menjadi satu semangat yang selalu kita tunjukkan dalam menjalankan roda-roda organisasi. Dan kini setiap tanggal 17 September, setahun sekali kita bersama-sama memperingati Hari Lahir alat/perkakas perjuangan kita yaitu Federasi Perjuangan Buruh Indonesia.
FPBI dan Gerakan Buruh Saat Ini
Sejak awal FPBI berdiri sudah sangat menyadari bahwa buruh harus melakukan perjuangan politik bersama gerakan rakyat lainnya dan tidak hanya terjebak pada perjuangan ekonomis semata. Perjuangan upah, status kerja, Pemutusan Hubungan Kerja, dan tuntutan – tuntutan normatif lainnya akan terus dilakukan, selalu menimbulkan masalah dan tak akan pernah berhenti selama kekuasaan politik masih dikuasai oleh para pemilik modal yang akan selalu mengeluarkan kebijakan untuk kepentingan modal itu sendiri. Sementara kelas buruh dan rakyat lainnya selama tidak punya kesadaran politik dan alat politiknya sendiri hanya akan menjadi objek penderita yang selalu terjebak pada permainan elit politik seperti yang digambarkan pada pemilu yang lalu yang mirisnya dapat diadu domba oleh partai dan elit politik. Apa yang terjadi setelah pemilu kemarin?? Para elit yang dipuja justru bergandengan tangan dan saling berbagi kekuasaan sementara kelas buruh dan rakyat yang sudah membela mati – matian akhirnya gigit jari melihat drama yang secara gambang ditampilkan didepan mata.
Namun sayangnya, setelah mengalami berbagai kemenangan kelas buruh lengah dan tidak waspada. Segera para pemilik modal berkolaborasi dengan negara melakukan serangan balik yang menyebabkan hingga saat ini kekuatan gerakan buruh mengalami kemunduran termasuk FPBI. Berkurangnya semangat juang, sudah nyaman dengan secuil hak normatif yang didapatkan, serta ketidak-waspadaan organisasi dari pergeseran nilai juang juga turut mengambil peran dalam kemunduran gerakan perlawanan kelas buruh.
Situasi demikian harus segera dijawab oleh FPBI. Dalam usianya yang ke-13 tahun, FPBI harus semakin dewasa dan matang dalam mengambil peran kepeloporan. Merefleksikan diri, merangkul kembali kawan – kawan yang saat ini terlena agar dapat bersemangat lagi, serta berposisi ke titik awal dimana perjuangan yang kita lakukan dengan penuh gegap gempita, kekeluargaan, serta saling menularkan energi perlawanan dan menguatkan solidaritas adalah kunci bagi kebangkitan kelas buruh terutama FPBI.
Mengingat tantangan dan hambatan yang tertuang dalam setiap kebijakan dan tindakan negara terhadap kelas buruh dan rakyat lainnya akan semakin terang benderang berada di posisi berseberangan dengan rakyat, maka sudah seharusnya kita juga semakin bersungguh – sungguh dalam menyiapkan setiap perlawanan.
13 Tahun Sebagai Tonggak Keteguhan Dalam Perjuangan
Peringatan Hari Lahir FPBI sesungguhnya adalah bagian dari momentum yang tepat untuk mengingat kembali perjalanan organisasi, mengingat bagaimana perjuangan organisasi dalam merebut hak yang sudah dirampas, sebagai momentum untuk melakukan refleksi perjalanan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai evaluasi dan pelajaran yang bisa kita ambil bersama. Sehingga peringatan harlah tidak semata-mata hanya sekedar seremonial dan formalitas belaka, karena kita semua juga tidak ingin generasi-generasi yang hari ini ada hanya menjadi generasi penikmat yang hanya tau sekedar menikmati hasil saja.
Perjalanan organisasi selama bertahun-tahun ini bukan sebuah perjalanan yang mudah seperti membalikkan telapak tangan, bukan pula perjalanan yang selalu indah seperti para pujangga yang bersyair tentang keindahan. Akan tetapi sekian tahun ini merupakan sebuah proses yang terdiri dari sisi menang dan kalah, terdapat sisi berat dan ringan, terdapat sisi bangun dan jatuh, singkat kata sekian tahun ini adalah proses cukup lama secara waktu, cukup berat dan sulit secara pekerjaan sehingga proses tersebut membutuhkan kesabaran, kedisiplinan, kesetiaan, pengorbanan, kepemimpinan, strategi taktik, butuh perkakas pengetahuan, dan butuh kerja keras dari para anggota-anggota yang menginginkan perubahan.
Kemudian peringatan hari lahir organisasi juga bermakna bahwa perjuangan itu membutuhkan persatuan yang solid baik antar anggota maupun antar klas buruh bahkan antar gerakan rakyat yang lainnya. Selain itu juga membutuhkan kadar semangat dan moralitas perjuangan yang tinggi serta pengetahuan yang luas, tidak hanya paham tentang segi-segi perburuhan tapi lebih dari itu sehingga organisasi kita bukanlah raksasa berkaki lempung tapi besar secara kuantitas anggota dan kuat secara kualitas.
Peringatan Hari Lahir FPBI memberikan kita pelajaran bahwa tidak akan ada hasil sebuah kemenangan akan kesejahteraan sejati yaitu Kemerdekaan 100% tanpa ada sebuah proses yang sungguh-sungguh dalam semua tingkatan mulai dari tingkat pabrik, tingkat wilayah, hingga tingkat nasional. Karenanya percaya akan proses yang sungguh-sungguh (belajar, berjuang) tanpa hentilah yang meyakinkan kita untuk bisa berkuasa menuju kemerdekaan 100%. Tentunya kita harus bersepakat bersama bahwa setiap peringatan hari lahir FPBI adalah momentum untuk memperkuat persatuan dan keyakinan kita bersama akan sebuah cita-cita mulia. Dalam genapnya umur 13 tahun ini panjang jalan terbentang jatuh bangun patah tumbuh menjadi dialektika organisasi sehingga menjadi momentum bersejarah bagi kita semua yang menjadi bagian dari FPBI untuk kembali Merangkul semangat organisasi kembali bersama pada titik api perlawan. Dirgahayu FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA.
Oleh Herman Abdulrohman , Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia