Mayday 2019; PHK dan upah murah menyiksamu, buruh Indonesia BERSATULAH..!!!
Kekuatan ekonomi kapitalisme yang bersarang dalam lembaga keuangan, lembaga perdagangan secara universal telah mengatur hal-ikhwal kehidupan sosial rakyat dunia, juga termasuk Indonesia. Program pembangunan keberlanjutan (Global Goals), merupakan sebuah upaya jangka panjang membuat rakyat dunia bertekuk lutut pada mereka yang memonopoli modal dan alat produksi. Maka setiap kekuatan politik yang tidak mau berjalan seirama akan di gusur dari kepemimpinan politik sebuah negara.
Akumulasi kekayaan kelas borjuasi yang memiliki kemampuan produksi dari hasil pencurian nilai lebih keringat, tenaga dan waktu kerja buruh/pekerja, ini menjadi satu-satunya keadaan yang terus dipertahankan jika para konglomerat ingin tetap berkuasa dengan kekayaannya. Para klas berpunya (pemodal) dalam upaya mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi politiknya terus tanpa henti mengintevensi bahkan menguasai sebuah negara termasuk Indonesia. Karenanya sejak dahulu kala Indonesia menjadi rebutan para pemodal mulai dari penjajahan yang berbentuk paling kasar sampai penjajahan dengan cara yang paling halus. Kenapa demikian?
Indonesia hingga saat ini merupakan negara yang masih memiliki kekayaan alam yang cukup banyak, seperti air yang berlimpah, tanah yang subur, hutan, laut, tambang, emas dan lain sebagainya. Siapakah pemilik dari semua itu?. Tidak hanya itu, Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia yang terbukti mampu menjadi pasar dan pasokan tenagakerja yang murah meriah. Siapakah penguasa atas itu?. Kesemuanya tentu menjadi sumber pundi-pundi ekonomi yang mampu mendatangkan hasil berupa keuntungan yang besar dan mengalir terus menerus ke setiap orang yang memiliki kuasa, maka tepat lah ungkapan dari tahun ketahun yang kaya semakin kaya, yang miskin makin miskin.
Bagaimana segilintir orang menguasai kekayaan itu?. Tentu saja dengan seribu macam cara. Mereka masuk ke ruang-ruang politik kekuasaan untuk mendapatkan legitimasi (pengesahan) dengan memproduksi peraturan perundang-undangan yang mampu mengakomodir kepentingan mereka. Maka lahir lah UU Penanaman Modal Asing (PMA), UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), lahir lah UU pembebasan lahan, UU tentang pemilu, UU tentang partai politik, UU ketenagakerjaan, dan sederet UU lainnya. Tidak sampai disitu, lahir lah peraturan pemerintah salah satunya PP no 78 tahun 2015 tentang pengupahan dan sederat peraturan lainnya. Belum lagi paket-paket kebijakan seperti paket kebijakan menjadikan kawasan-kawasan industri sebagai asset vital negara, paket kebijakan I-XVI dan lain sebagainya.
Peraturan-perundang-undangan itu lah yang memberikan keleluasaan setiap tuan modal mengeruk keuntungan di bumi pertiwi Indonesia. Atas nama UU dan kepentingan negara menjadi sah lah penggusuran, atas nama undang-undang nebjadi sah lah penguasaan tambang, hutan, laut dll. Semuanya dimiliki dan dikuasai segilintir orang kaya. Atas nama UU pula pendidikan menjadi mahal, atas nama UU kesehatan menjadi tidak gratis dan berkualitas, atas nama peraturan tuan-tuan modal bebas berkeliaran keluar masuk negara dimana mereka suka tinggal. Atas nama UU pula outsourcing, magang, pekerja kontrak, PHK sepihak menjadi sah tanpa rasa bersalah. Kiranya demikian lah intervensi mereka atas politik. Dalam hal ini mereka tuan-tuan modal menjadikan politik sebagai panglima.
Bagaimana dengan kita kaum buruh?. Sepanjang kelahiran kita hingga saat ini, perburuhan terus menjadi persoalan-persoalan tanpa henti. Pada masa lalu berjuang untuk pengurangan jam kerja, akhirnya menjadi 8 jam kerja. Masa itu berjuang untuk mendapatkan hak untuk berserikat, akhirnya kita bisa berserikat, berjuang menuntut upah, akhirnya sedikit demi sedikit ada kenaikan (tapi masih jauh dari kata layak), berjuang mendapatkan cuti, akhirnya bisa menikmati, singkatnya berjuang menuntut perbaikan hidup yang lebih baik, akhirnya sedikit demi sedikit dengan persatuan, dengan segala metode berjuang kita dapatkan, walaupun masih jauh dari apa yang kita harapakan. Ada perbaikan yang sudah didapatkan, kenapa mereka masih ingin meniadakannya kembali?. Ada tuntutan perbaikan yang lebih baik, kenapa tak kunjung datang?.
Setiap tahun PHK menjadi trend positif bagi pengusaha. Bagaimana tidak, sepanjang tahun 2014-2018 buruh (anggota FPBI) mendapat musibah PHK sepihak tidak kurang dari 4.000an orang yang melibatkan (+) 40 perusahaan yang tersebar di beberapa daerah seperti; Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Sumatera Utara, jakarta, Pekalongan, Mataram-NTB, Cianjur dll. Situasi ini terjadi di satu serikat buruh belum lagi serikat-serikat buruh yang lain, yang pasti sampai saat ini di berbagai daerah yang melibatkan banyak perusahaan masih terus terjadi PHK dengan segala alasannya.
Selain itu, trend kembali maraknya praktik kerja kontrak, outsourcing, magang, dan perburuan upah murah. Praktik ini terbilang seperti hantu yang sangat menakutkan bagi buruh-apakah besok masih bekerja atau tidak?, apakah besok bisa membeli kebutuhan untuk keluarga apa tidak?, ketakutan itu terus membayangi. Sementara negara-pemerintah terus menyerukan kepada para investor untuk berinvestasi di Indonesia bahkan tidak sedikit fasilitas kemudahan-kemudahan yang diberikan negara kepada siapapun yang mau berinvestasi termasuk fasilitas jaminan keamanan-semuanya karena keagungan sang modal.
Tentu masih banyak lagi daftar persoalan buruh sebagai penderitaan buruh akibat dari begitu bebasnya para pengusaha melakukan eksploitasi terhadap buruh/pekerja/karyawannya. karenanya kita masih terus dihadapkan dengan sulitnya mendapatkan hak cuti, sulitnya mendapatkan kepastian kerja, semakin mudahnya penerapan sistem kerja kontrak, outsourcing, magang, harian lepas, semakin bangganya tuan pengusaha melakukan pemberangsusan serikat, semakin kuatnya politik upah murah dan seterusnya, belum lagi persoalan rakyat disektor yang lain. Maka sesungguhnya ini adalah cermin bahwa kekuasaan politik dan ekonomi masih menjadi milik para tuan modal.
Tepat pada setiap tanggal 1 Mei (Hari buruh sedunia) yang dikenal dengan istilah MAYDAY merupakan bagian moment terpenting bagi buruh diseluruh dunia melakukan perjuangan-meneriakkan tuntutan kesejahteraan atas situasi ketertindasan yang dialami sejak masa lalu hingga saat ini sebagaimana bukti-bukti yang memperlihatkan secara terang dan jelas kepada kita yang masih jauh dari harapan perbaikan hidup layak bagi kemanusiaan.
Perlawanan pada setiap moment mayday di Indonesia merupakan perwujudan nyata bahwa buruh Indonesia masih terus mengalami perampasan atas hak ekonomi politiknya. Atas dasar itu lah kaum buruh Indonesia setiap tahunnya turun kejalan meneriakkan tuntutan perbaikan hidup. Begitu pula mayday tahun ini (1 Mei 2019), Buruh Indonesia kembali menuntut hak-hak yang selama ini dirampas dan menuntut perbaikan hidup yang lebih baik yaitu kehidupan yang layak secara kemanusiaan.
Selain itu, kaum buruh sangat sadar bahwa mayday menjadi moment yang sangat tepat pula untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa kaum buruh Indonesia walau bagaimanapun situasinya tidak akan mudah dipecah belah, tidak akan mudah diadu domba karena kaum buruh tidak saja terikat oleh rasa senasib sepenanggungan tapi lebih dari itu, kaum buruh Indonesia bersatu atas sebuah kesadaran persaudaraan dan perjuangan kemaslahatan yang bersifat universal.
Berdasarkan kenyataan yang berkembang dan keadaan kaum buruh Indonesia saat ini, kami dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) secara bersama-sama akan terlibat berjuang bersama serikat buruh, bersama mahasiswa dan bersama rakyat untuk menuntut kepada negara;
Wujudkan Undang-Undang Perlingdungan Buruh
Wujudkan Upah Layak Nasional yang sama secara Nasional
Wujudkan 6 jam kerja perhari.
Wujudkan Revisi UU Pemilu dan UU partai Politik
Dengan demikian, kami FPBI mengajak kaum buruh dan massa rakyat Indonesia, mari bersama-sama terus berjuang demi kebaikan bersama dan untuk Indonesia yang adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, demokratis secara politik dan partisipatif secara budaya.
SELAMAT HARI BURUH SEDUNIA.
KAUM BURUH SEDUNIA, BERSATULAH..!!!
Pimpinan Pusat Federasi Perjuangan Buruh Indonesia
Herman Abdulrahman
KETUA UMUM