
8 januari 2018, puluhan pekerja yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit PT Varem Sawit Cemerlang (PT. VSC) yang berada di Kelurahan Aek Loba Pekan, Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara mendirikan Serikat Buruh bernama Pimpinan Tingkat Perusahaan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia PT Varem Sawit Cemerlang (PTP FPBI PT VSC) dengan nomor Pencatatan: 465/III-DKT/2018 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia.
Setelah itu melalui serikat tersebut sebagai salah satu organisasi yang dibentuk untuk memperjuangkan hak-hak kelas buruh, atas nama bersama melalui wadah serikat buruh (PTP FPBI PT.VSC) tepatnya pada tanggal 29 Januari 2018 melayangkan surat perundingan bipartit menuntut supaya perusahaan mengeluarkan SK pengangkatan menjadi PKWTT alias pekerja tetap. Pada tahap pertama ini pihak perusahaan masih belum mau menunjukkan itikad baik untuk memenuhi tuntutan pekerja dan tidak menghasilkan kesepakatan apapun (deadlock).
Sampai pada upaya bipartit yang kedua kalinya pada tanggal 05 Februari 2018, pihak perusahaan masih belum menunjukkan keinginan untuk memenuhi tuntutan pekerjanya sehingga pengurus PTP FPBI PT VSC terpaksa melayangkan surat permohonan Mediasi kepada Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan pada 08 Februari 2018. Ironisnya pihak Perusahaan bukannya bekerjasama untuk menyelesaikan perselisihan, justru malah melakukan intimidasi dengan memaksa 6 orang yang terdiri dari Ketua, Pengurus dan anggota Serikat untuk mengosongkan perumahan karyawan yang mereka tempati sejak tanggal 19 sampai dengan 20 Februari 2018. Walhasil Mediasi yang digelar pada tanggal 13 Februari 2018 oleh Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan menganjurkan untuk menyelesaikan perselisihan dengan jalan perundingan bipartit kembali.
Pada tanggal 22 Februari 2018, PTP FPBI PT VSC kembali melayangkan surat permohonan Bipartit untuk yang ketiga kalinya kepada pihak perusahaan sebagai rekomendasi dari Dinas Ketenagakerjaan Kab. Asahan untuk berunding pada 24 februari 2018. Pihak perusahaan semakin intimidatif dengan melakukan pelarangan terhadap ketua serikat untuk bekerja dan dipaksa segera mengosongkan dan meninggalkan perumahan karyawan yang ditempatinya. Sikap dari perusahaan tersebut memicu reaksi dari Serikat dengan melakukan mogok spontan untuk menuntut Ketua Serikat dibolehkan bekerja kembali, mendapatkan kembali fasilitas rumah serta menuntut SK PKWTT bagi pekerja PT VSC. Mogok Spontan kembali dilakukan pada tanggal 23 Februari 2018 dan pihak perusahaan berjanji akan memenuhi tuntutan buruh. Pada tanggal 24 Februari 2018, pihak perusahaan menolak untuk mengadakan perundingan bipartite karena sudah berjanji akan memenuhi tuntutan buruh pada tanggal 23 Maret 2018.
Pada tanggal 05 Maret 2018, pihak perusahaan semakin menunjukkan sikap represinya kepada buruh PT VSC dengan memberikan sanksi kepada pekerja yang terlibat dalam aksi mogok spontan pada 22 – 23 Februari 2018 dengan tidak membayar upah selama mogok spontan dilakukan. Sikap arogan dari perusahaan tidak melemahkan kaum buruh untuk terus menuntut hak yang seharusnya diberikan tanpa diminta, justru pada tanggal 19 Maret 2018 serikat memberikan reaksi balik dengan melayangkan surat pemberitahuan MOGOK pada tanggal 26 – 28 Maret 2018 untuk menuntut SK PKWTT, UMSK dan Struktur Skala Upah disusul dengan surat perundingan Bipartit pada tanggal 22 Maret 2018 untuk berunding pada 24 maret 2018.
Tepat pada tanggal 23 Maret 2018, pihak perusahaan PT Varem sawit Cemerlang semakin menunjukkan arogansinya dengan melakukan kejahatan kemanusiaan dalam bentuk Pemutusan hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap pekerjanya yaitu Saudara Indra Bhakti dan Saudara Khairul yang juga sebagai pengurus di PTP FPBI PT VSC dengan tuduhan mengajak dan mempengaruhi dalam aksi mogok spontan pada tanggal 23 Februari 2018 serta meninggalkan tanggungjawab di stasiun Loading Ramp (bagian kerja) sehingga mengganggu proses produksi. Bahkan dalam perundingan bipartite yang digelar pada 24 Maret 2018 juga tidak sampai pada kata ‘’sepakat’’ antara buruh dan pengusaha PT VSC dimana pihak perusahaan tidak mau menandatangani risalah perundingan dengan alasan buruh mengatasnamakan serikat pekerja/buruh. Inilah watak kelas pengusaha yang pada dasarnya tidak pernah berniat untuk memberikan kesejahteraan bagi kaum buruh dan tidak menginginkan buruh untuk bersatu dalam serikat. Sangat terlihat bahwa PT VSC tidak menginginkan keberadaan FPBI di perusahaannya dengan terus melakukan upaya Union Busting dan intimidasi terhadap pekerjanya.
26 maret 2018, Api perlawanan terhadap arogansi pihak perusahaan terus dilancarkan oleh pekerja PT VSC yang tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Indonesia dengan melancarkan serangan dalam bentuk aksi mogok sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Buah dari aksi mogok tersebut adalah mediasi yang dihadiri oleh pihak buruh, management, kepolisian dan tokoh masyarakat dengan kesepakatan bahwa SK PKWTT akan diberikan paling lambat tanggal 1 Mei 2018 serta pihak perusahaan akan membahas soal PHK terhadap 6 orang karyawan, UMSK tahun 2018 dan Struktur Skala Upah pada tanggal 28 Maret 2018.
Janji tinggal lah janji. PT VSC semakin menjadi-jadi dengan kembali mengingkari janjinya untuk memenuhi tuntutan buruh. Tepat pada tanggal 28 Maret 2018, bukannya pemenuhan yang dituntut yang diperoleh oleh buruh PT VSC, malah pihak perusahaan mengeluarkan PHK SEPIHAK terhadap 36 orang karyawan yang terdiri dari Pengurus dan Anggota serikat Federasi perjuangan Buruh Indonesia dengan dalih melakukan MOGOK KERJA pada tanggal 23 Februari 2018 dan 26 Maret 2018.
Atas pengingkaran dan tindakan balasan yang dilakukan perusahaan, Buruh VSC yang tergabung dalam serikat buruh FPBI melakukan tindakan sebagai upaya mencegah PHK sekuat tenaga sebagaimana amanat UU13/2003-bahwa kedua belah pihak harus berdaya upaya supaya PHK tidak terjadi, salah satu bentuknya dilakukan dengan melayangkan surat penolakan PHK serta surat perundingan bipartite kepada pihak perusahaan namun pihak perusahaan menolak perundingan tersebut.
Pada tanggal 9 april 2018, digelar perundingan tripartite yang dimediasi oleh dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan dan mengeluarkan surat nomor 1400/III-DKT/IV/2018 yang ditujukan kepada pihak buruh dan pengusaha. Dalam surat tersebut, dinas Ketenagakerjaan Kab. Asahan menegaskan kepada pihak perusahaan:
‘’Agar mempekerjakan kembali para pekerja sebelum ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial sebagaimana diatur pada pasal 151 ayat (3) dan pasal 155 ayat (2) UU No. 113 Tahun 2003, serta mematuhi perundang-undangan yang berlaku.’’
Upaya mediasi tersebut pun masih gagal dalam menyelesaikan perselisihan antar pihak buruh melalui serikat FPBI dengan pihak pengusaha PT VSC. Selanjutnya, dinas ketenagakerjaan Kab. Asahan mengeluarkan surat anjuran no. 1506/III-DTK/IV/2018 tertanggal 17 Mei 2018 yang menyebutkan:
- Mediator menganjurkan agar pihak PT Varem Sawit Cemerlang segera membatalkan surat PHK kepada pekerja/buruh sebanyak 42 orang dan meminta agar Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial dapat menetapkan untuk mempekerjakan kembali sebelum adanya penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 155 ayat (1) undang-undang nomor 13 Tahun 2003, yaitu:
‘’Pemutusan Hubungan Kerja Tanpa Penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum’’.
- Mohon agar majelis hakim Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dapat memutuskan pihak Perusahaan PT. Varem Sawit Cemerlang melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan seagaimana yang diatur dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
- Mohon agar pengadilan menetapkan/memutuskan Perusahaan PT. Varem Sawit Cemerlang membayyar upah dan hak-hak lain yang selama ini diterima oleh pekerja/buruh dibayar.
- Agar para pihak memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.
Anjuran pejabat negara melalui Dinas Tenagakerja Kabupaten Asahan yang dituangkan secara tertulis dan resmi dianggap seperti surat kaleng yang tidak memiliki manfaat dalam penyelesaian ssebuah perselisihan. Karena faktanya sejak surat arahan sampai surat anjuran dinas pihak perusahaan tidak mau menjalankannya.
Atas hal itu Perjuangan panjang pekerja/buruh PT VSC menuntut hak-hak normatifnya sebagaimana yang diatur dalam konstitusi negara berbuntut panjang sampai menempuh jalur hukum yaitu melalui Pengadilan Hubungan industrial menggugat perusahaan dengan Nomor Perkara 180/Pdt. Sus. PHI/2018/PN. Mdn yang diterima pada tanggal 01 Agustus 2018.
Alhasil sidang kali sidang-sejauh buruh terus berproses di pengadilan hubungan industrial akhirnya menuai titik terang pada tanggal 07 Februari 2019 Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Medan MEMENANGKAN gugatan buruh. Sejak awal sampai putusan pengadilan satu hal yang pasti jadi pelajaran bersama kita yaitu TUGAS KITA ADALAH TERUS BERPROSES KARENA HASIL TIDAK AKAN MENGHIANATI PROSES. Dan ini belum berakhir, perjalanan perjuangan itu masih panjang saudaraku, mari kita teruskan cerita hari esok.
HIDUP BURUH..!!!
BURUH INDONESIA, BERSATULAH..!!!
**penulis singkat; Peden Takalembang