Assalamualaikum wr. Wb.
Hari ini kami (senin 19 november 2018) kembali kami melanjutkan sidang atas kasus PHK sepihak yang dilakukan perusahaan. Sekarang, adalah sidang ke-3 dengan agenda sidang Reflik. Kami mendapatkan jadwal sidang sekali seminggu setiap hari senin. Kami akhirnya memilih jalan ini sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan keadilan karena saya dkk merasa dzolimi oleh perusahaan. Karenanya kami menolak tawaran kompensasi dan tetap ingin bekerja kembali.
Kasus kami sudah 7 bulan lamanya sejak kami di di PHK sepihak tepat pada bulan puasa (2018) sampai akhirnya sampai ke pengadilan. Pada kesempatan ini izinkan saya bercerita kisah saya sampai ter-PHK secara sepihak.
Kisah berawal ketika tahun 2010, pada bulan Mei 2010 saya masuk bekerja di PT. Arnott’s Indonesia (perusahaan milik investor dari negara Amerika Serikat) dengan status karyawan kontrak yayasan (yayasan PT. Pradima trimartha). Sampai bulan desember 2012 dengan status kontrak yayasan, jabatan terakhir sebagai Operator Mixer.
Hampir 2 tahun, kurang lebih saya bekerja sebagai karyawan kontrak outsourching di PT. Arnott’s Indonesia. Dan pada bulan januari 2013 saya diangkat menjadi karyawan tetap atau PKWTT. Ternyata setelah menjadi karyawan tetap tidak menjamin kesejahteraan. Slip gaji isinya hanya gaji pokok dan uang transportasi, tidak ada tunjangan-tunjangan lain seperti insentif/uang sift/atau bahkan sekedar bonus karena hasil target produksi selalu tercapa, justru malah bonus, tunjangan tergantikan oleh makin banyaknya tekanan dalam pekerjaan, alokasi tempat kerja semakin tidak beraturan, peraturan-peraturan atasan yang sewenang-wenang dan bersifat spontan diluar ketentuan yang tertuang dalam aturan baku PKB.
Merasa penat dengan situasi dan keadaan yang semakin tidak jelas dan sama-sama merasakan ketidakadilan dalam situasi dan keadaan kerja, maka pada tanggal 19 Februari 2015 saya beserta kawan-kawan yang merasakan hal yang hampir sama kami bersepakat melakukan deklarasi atau pembentukan serikat pekerja setingkat PUK (pimpinan Unit Kerja) atau PTP (Pimpinan Tingkat Perusahaan) di PT. Arnott’s Indonesia, yang berafiliasi di federasi yaitu FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA. Atas hal itu tebentuklah Pimpinan Tingkat Perusahaan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia PT. Arnott’s Indonesia (PTP FPBI PT.AI) dengan struktur kepengurusan :
- M. Andriansyah Sebagai Ketua,
- Beni Murdani Sebagai Wakil Ketua
- Agit Orcito Sebagai Sekretaris
- Andi Okta Sebagai Bendahara
- Dan jajaran pengurusan lainnya..
Dalam proses berjalannya waktu organisasi PTP FPBI PT. AI banyak menuai kontroversi di kalangan management, karena banyak kebijakan-kebijakan management yang cenderung tidak berpihak kepada pekerja yang tidak disepakati oleh PTP FPBI PT. AI, dan pada bulan agustus tahun 2016 ketua PTP FPBI PT. AI di PHK karena alasan masalah Indisipliner.
Pada februari 2017, kami PTP FPBI PT. AI melaksanakan konferensi II dan secara demokratis berdasarkan kesepakan seluruh anggota terbentuk susunan kepengurusan baru pasca PHK yang dialami oleh ketua pertama M. Andriansyah yaitu
- Muhardi sebagai ketua,
- Agit orcito sebagai wakil ketua
- Andi okta sebagai bendahara
Setelah konferensi dilaksanakan, interverensi halus dan tekanan secara tidak langsung bukannya berhenti tapi malah semakin banyak, pasalnya saya setelah terpilih menjadi wakil ketua sering dipindahkan lokasi kerja atau alokasi atau mutasi atau apalah namanya. Mulai pemindahan dari dept wafer flat, dipindah lagi ke dept New Plant, lalu dipindah lagi ke dept Nyam-Nyam dan di pindah lagi ke New Plant sampai terakhir di pindah lagi ke dept Wafer Flat. Sebelum akhirnya terjadinya kesepakatan tentang adanya program PDS (pengunduran diri sukarela) yang di sepakati oleh managemen dan serikat SPSI. Sementara kami FPBI menolak adanya PDS yang berakhir dengan pencomotan atau PHK sepihak apabila kuota PDS yang ditentukan oleh management tidak mencapai target. Sehingga atas dasar itu FPBI menolak karena kami melihat kebijakan tersebut merugikan pekerja.
Imbas dari penolakan kami terhadap kesewenang-wenagan terbukti sangat gamblang terlihat. Kami mayoritas pengurus mulai dari ketua, wakil ketua, bendahara, koordinator badan kordinasi, Koordinator advokasi dll di PHK secara sepihak padahal pengurus dan anggota yang masih ingin tetap bekeja alias tidak mau mengambil program PDS tidak melakukan kesalahan ataupun pelanggaran apapun yang melanggar hukum apalagi perusahaan mempertimbangkan hal lain-Pokoknya daftar nama-nama pekerja ini harus di PHK dengan berbagai alasan.
Kesewenang-wenangan ini berdampak buruk pada keluarga saya, karna saya memiliki istri dan 1 orang anak yang masih balita yang masih butuh banyak asupan gizi. Karena di PHK secara sepihak akhirnya mau tidak mau terpaksa kebutuhan keluarga dan asupan gizi anak saya harus saya kurangi karna saya tidak berpenghasilan lagi. Padahal sangat jelas dalam undang-undang ketenagakerjaan no 13 tahun 2003 diatur bahwa PHK dinyatakan sah apabila ada kesepakatan dari kedua belah pihak atau putusan pengadilan. Ketika belum ada kesepakatan dan belum ada keputusan pengadilan yang bersifat tetap/mengikat maka perusahaan tidak bisa melakukan PHK dan saya seharusnya tetap bekerja mendapatkan upah.
Fakta di atas dari kasus yang saya alami bersama kawan-kawan saya akhirnyaa menambah deretan bukti bahwa;
- Hukum yang sedikit memberikan angin segar bagi buruh hanya tulisan di atas buku karena praktiknya tidak sesuai dengan apa yang tertulis. Sementara hukum yang memberikan banyak angin segar alias menguntungkan bagi setiap perusahaan hukumnya cepat ditegakkan tanpa harus menunggu lama bahkan pemerintah juga sangat cepat membantunya-Lagi-lagi kami sebagai buruh rakyat kecil yang jadi korban.
- Kekuatan uang ternyata digunakan untuk mengalahkan keadilan, kemanusiaan bahkan kebenaran sekalipun. Karena puya kuasa dan uang bisa berani bertindak semau-maunya, kapanpun, dimanapun dan terhadap siapapun.
Penggalan cerita saya di atas menjadi sebab musabab saya bertahan-berjuang karena saya ingin memberikan warisan kepada keluarga saya, anak istri saya bahwa kebenaran, keadilan, kemanusiaan di atas segalanya bukan uang segala-galanya.
Sesungguhnya ini bukan sekedar nominal uang, bukan sekedar hak pribadi saya tapi ini soal harga diri keluarga buruh dan soal bagaimana keadilan bisa dimiliki dan dinikmati oleh kami sebagai rakyat kecil tak berpunya, tak berpendidikan tinggi yang hidup di negara yang katanya DEMOKRASI, Negara yang katanya Negara HUKUM, Negara yang katanya Negara SUBUR rakyatnya MAKMUR.
Kami selalu berharap bantuan/support dari keluarga buruh Indonesia dan masyarakat lainnya semoga kasus kami yang sekarang on proses di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri Bandung jawa Barat berjalan lancar dan kami bisa nantinya mendapatkan keputusan yang seadil-adilnya.
Lebih kurangnya mohon maaf dan terima kasiih banyak.
Kota Bekasi, 19 November 2018
SAYA TERUS BERPROSES AGAR SAYA TAHU, SEBERAPA BENAR ATAU SEBERAPA SALAH KAH HUKUM DI NEGARA YANG SAYA CINTAI INI.