Mendiskusikan upah memang bisa terbilang tidak ada habisnya, pendiskusian ini hampir menyasar semua orang walbilkhusus semua buruh/pekerja lebih-lebih dikalangan para pengusaha sendiri. hal ini sangat terlihat fakta bahwa disetiap tahunnya buruh/pekerja berjuang menuntut kenaikan upah, saat yang bersamaan tuntutan-tuntutan tersebut cepat mendapatkan respon dari para pihak pemegang kepentingan (aksi-reaksi; reaksi-aksi).
Respon atas tuntutan aksi buruh meminta kenaikan upah muncul dalam berbagai bentuk mulai respon comment medsos sampai respon dalam bentuk kebijakan politik. terkait respon medsos lain kali kita bahas, kita akan membahas bagaimana respon dalam bentuk kebijakan politik.
Lahirnya kebijakan politik menjadi wajar bahkan niscaya karena upah sesungguhnya bukan semata-mata ekonomis antara penjual tenagakerja dengan pembeli tenagakerja (pasar tenagakerja). Akan tetapi upah kenyataannya menjadi satu kesatuan dengan politik bahkan upah merupakan salah satu bagian dari produk politik dalam suatu negara. kenapa demikian?
Upah di indonesia dalam kurun sejarah pengupahan di Indonesia selalu berkorelasi dengan kebijakan politik, bentuk kongkritnya dari itu adalah peraturan perundang-undangan dari tingkat daerah sampai tingkat pusat seperti UU, peraturan/keputusan menteri, perturan pemerintah, peraturan daerah dll.
Tuntutan-tuntutan kenaikan upah agar mampu memberikan kesejahteraan buruh bersama keluarganya setiap tahun terus berkumandang. Pada awalnya indonesia tidak mengenal istilah upah minimum lalu dalam perkembangannya akhirnya muncul konsep upah minimum sebagaimana yang kita kenal saat ini dan terus terbarukan. Setelah keluarnya konsep upah minimum tidak mengakhiri jeritan buruh/pekerja untuk terus berusaha menuntut hidup yang layak artinya kebijakan politik yang ada belum bisa menjadi jalan keluar atas kesejahteraan buruh bersama keluarga.
Pada tahun 2012-2013 buruh bersama-sama (bersatu) menuntut perbaikan hidup. Berawal dari tuntutan penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing dengan metode aksi-aksi massa sampai ada istilah geruduk pabrik, mematikan akses produksi-distribusi, tidak terkecuali aksi tuntutan perbaikan kualtias upah. Atas aksi-aksi tersebut mendapatkan respon dari negara dalam berbagai bentuk seperti; dikeluarkannya peraturan setingkat menteri pertama; menambah jumlah item komponen kebutuhan hidup layak (KHL) dari 48 item menjadi 60 item komponen KHL (baca; permenaker 13 tahun 2012 tentang komponen kebutuhan hidup layak). Kedua; keluarnya peraturan baru setingkat menteri mengenai pekerjaan-pekerjaan yang boleh di outsourcing (baca;permenaker 19 tahun 2013).
Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya tuntutan hidup layak bagi buruh bersama keluarga masih berlanjut, menjadi pertanda kebijakan politik tersebut belum menjadi jawaban. pada tahun 2015 pemerintah kembali merespon tuntutan tersebut secara cepat dalam bentuk mengeluarkan peraturan setingkat peraturan pemerintah yaitu PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Peraturan pemerintah tersebut mengatur penetapan upah menggunakan formula atau rumus menggunakan variabel total pertumbuhan ekonomi nasional dan total rata-rata inflasi nasional (baca; peraturan pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan).
Lalu apakah itu menjawab?
Sejak 2015 sampai saat ini (2018) buruh justru meminta pencabutan peraturan pemerintah 78/2015 karena dipandang semakin menjauhkan buruh dari perbaikan hidup yang lebih layak secara kemanusiaan. Proses penetapan kenaikan upah menurut PP 78/2015 tidak lagi menggunakan survei item KHL dan musyawarah mufakat masing-masing pihak yang berkepentingan (Buruh, Pemerintah, Pengusaha) tapi kenaikan upah langsung melakukan penjumlahan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional. Sedangkan komponen KHL sebagai dasar rujukan pencapaian hidup layak dilakukan sekali 5 tahun. maka PP 78 tentang pengupahan belum menjawab.
Pencapaian hidup layak yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan sangat jelas terlihat terdesign terbatas, sehingga hidup layak yang dimaksudkan buruh tidak akan tercapai sedangkan menurut pengusaha, pemerintah itu sudah layak bahkan melebihi. Mari kita lihat dan buktikan jenis-jenis komponen kebutuhan hidup layak yang menjadi dasar pencapaian hidup layak buruh (versi pemerintah);
I. Makanan dan Minuman.
Komponen makan dan minimum dibatasi sebanyak 11 item komponen. Misalnya buruh hanya boleh konsumsi beras sebanyak 10 Kg dalam sebulan, lalu bagaimana dengan yang sudah berkeluarga (belum punya anak dan yang sudah punya anak), buah-buahan diukur setara pisang atau pepayaa 7.50 Kg sebulan, minyak goreng curah, kacang-kacangan (setara tempe/tahu), daging dengan kualitas sedang hanya dibatasi sebanyak 0.75 Kg sebulan dan seterusnya. Apakah itu cukup, bagaimana dengan yang sudah berkeluarga.
II. Sandang
Item komponen sandang dibatasi sebanyak 13 item dengan kualitas yang rata-rata masih rendah (sedang). Komponen sandang tentu saja sifatnya masih terbatas (kuantitas&kualitas) karena beberapa kebutuhan lainnya seperti, jaket, kemeja lengan panjang, kaos lengan panjang, kerudung, tas kerja, payung/jas hujan dan lain-lain belum termasuk didalamnya. Selain itu masalahnya juga sama, tidak mengakomodir kebutuhan buruh yang sudah berkeluarga.
III. Perumahan
Pada kelompok komponen kebutuhan perumahan membatasi jumlah komponen sebanyak 26 item kebutuhan. komponen sewa kamar sebagai tempat tinggal buruh diukur dri mampu menampung jenis KHL lainnya. maka artinya jika kamar kontrakan yang disewa 1 kamar lalu bisa menampung jenis-jenis kebutuhan lainnya dan bisa buat tidur maka itu sudah terkategori layak. APakah itu sudah layak, lalu bagaimana dengan buruh yang sudah berkeluarga (istri dan anak-anaknya) tentu tidak akan cukup memberikan tempat tinggal yang layak secara kemanusiaan.
Sewa kamar seharusya bukan variabel atau ukuran dalam menentukan kebutuhan hidup layak buruh bersama keluarganya. Setiap hari, setiap bulan, dan bertahun-tahun buruh bekerja menghasilkan keuntugan kepada sang tuan pemilik perusahaan, memberikan pajak kepada negara, menghidupkan ekonomi masyarakat dan terlibat aktif menyumbangkan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, ukuran perumahan digantikan dengan sewa rumah/kredit perumahan bersama dengan segala perlengkapan pendukungnya seperti; Perabotan, peralatan rumah tangga, peralatan dapur dan peralatan elektronik dan listrik.
IV. Pendidikan
Item komponen kebutuhan pendidikan buat buruh sebanyak 2 item komponen yaitu bacaan/radio (tabloid/radio 4 band) dan Balpoint/pensil. Anda bisa membayangkan bagaimana kecerdasan akan terbentuk dengan ukuran pendidikan seperti itu. sementara perkembangan teknologi dan pengetahuan terus berkembang dan semakin kompleks, sehingga secara jujur ukuran pendidikan yang diberikan buat buruh/pekerja tidak akan mampu membawa buruh pada peradaban yang lebih maju alias akan terus mengalami ketertinggalan. Bahkan ironisnya aturan tersebut juga tidak mengatur tentang pendidikan anak-anak buruh.
Buruh yang bekerja setiap hari sampai bertahun-tahun disamping memberikan nilai keuntungan juga menjawab berbagai kebutuhan masyarakat baik dalam negeri maupun masyarakat dunia (product ekspor) sepatutnya diberikan standar pendidikan yang mampu menjawab perkembangan buruh itu sendiri dan mampu menjawab pendidikan anak-anaknya sehingga mampu mejawab tantangan zaman saat ini dan di masa yang akan datang.
Sebagai sekedar gambaran setidaknya kebutuhan pendidikan buruh dalam KHL meliputi;
- Bacaan (koran nasional dan majalah) baik cetak dan online.
- Memiliki televisi dan komputer/laptop.
- Akses internet secara reguler setiap bulannya.
- Perlengkapan ATK seperti Balpoint, Buku tulis dan pegnghapus.
- Perlengkapan dan kebutuhan sekolah anak SMP/SLTP
- Perlengkapan dan kebutuhan sekolah anak SMA/SLTA/SMK
V. Kesehatan
Selanjutnya, komponen kebutuhan buruh adalah kesehatan, komponen ini dibatasi 5 jenis kebutuhan yaitu sarana kesehatan (pasta gigi, sikat gigi, sabun mandi, shampoo, pembalut/alat cukur), Deodorant, Obat anti nyamuk bakar,potong rambut dan sisir.
Kesehatan sebagai bagian faktor penting dalam mempertahankan produktivitas kerja semestinya juga mendapatkan perhatian lebih, karena komponen kebutuhan kesehatan yang ditentukan dalam aturan tidak menjawab dan tidak memiliki korelasi kuat dalma peningkatan produktivitas. sehingga komponen tersebut sangat perlu bahkan mendesak untuk dilakukan perubahan-perubahan jumlah dan kualitas komponennya. Perubahan tersebut setidaknya memperbaharui dan menambahkan unsur-unsur;
- Sarana olahraga misalnya fitnes berlangganan.
- sarana kesehatan secara legkap
- Suplemen (jamu, vitamin, obat penambah darah perempuan, obat pereda sakit)
- Standar P3K lengkap sebagai pencegahan dini.
VI. Rekreasi dan Tabungan
Rekreasi buruh bersama keluarganya menjadi penting sebagai kerangka menjawab kebutuhan non fisiknya sebagai manusia. Kepenatan,kejenuhan, bahkan stress dalam kerja menjadi persoalan yang akan mengganggu produktivitas kerja, sehingga kebutuhan non fisik menjadi penting juga untuk diperhatikan. Kebutuhan non fisik tersebut dalam aturan ketenagakerjaan mengenai komponen kebutuhan buruh adalah Reakreasi yang hanya boleh dilakukan di Daerah sekitar sebanyak 2 kali dalam setahun.
Standarisasi rekreasi buruh yang di batasi di wilayah/daerah sekitar dan hanya boleh 2 kali dalam setahun tentu akan menjadi persoalan ketika tawaran wisata/rekreasi tidak manyediakan fasilitas rekreasi yang mampu menjawab kebutuhan non fisiknya. artinya komponen rekreasi buruh yang diatur harus meningkatkan standarisasinya misalnya Rekreasi berstandar/kualitas minimal taman wisata nasional dan dilakukan berkali kali, bisa 6 kali atau 10 kali dalam setahun tergantung berapa kali idealnya kebutuhan rekreasi..
Selain rekreasi, pada komponen KHL versi pemerintah mengatur tabungan sebanyak 2% dari total nilai KHL. Seumpama total semua nilai KHL DKI Jakarta pada tahun 2015 sebesar Rp 2.980.000, maka jumlah tabungan buruh bersama keluarganya (2%) sama dengan Rp 59.600/bulan. Melihat kompleksitas kebutuhan yang terus berkembang dan tanggungan keluarga buruh angka tersebut terbilang sangat kecil sehingga tabungan sebesar 2% dari total nilai KHL sudah tidak relevan lagi.
Untuk memberikan ketenangan (non fisik) di masa tua atau pada saat pensiun dengan segala beban kebutuhan buruh angka tabungan 2% di rubah seminimnya 10% dari total semua nilai KHL.
Beberapa kelompok komponen kebutuhan di atas belum termasuk kebutuhan komunikasi dan kebutuhan sosial buruh. Karenanya selain daripada jenis-jenis komponen, jumlah dan kualitas yang harus dirubah juga perlu dilakukan penambahan jenis-jenis komponen termasuk kualitasnya. Dengan demikian jawaban atas kekisruhan upah adalah menyusun ulang konsep upah dengan merubah peraturan perundag-undangan;
- Membuat konsep upah layak nasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan buruh secara nasional-Upah Layak Nasional Yang Sama Secara Nasional.
- Mengubah jumlah jenis-jenis komponen kebutuhan hidup layak buruh dari 60 jenis komponen menjadi 116 (lajang), 117 jenis (berkeluarga belum punya anak (K0)), 121 Jenis (berkeluarga dengan anak).
- Menetapkan kenaikan upah setiap tahunnya dengan menggunakan metode survei kebutuhan riil buruh secara nasional.
- Konsep pengendalian Inflasi untuk menjaga nilai kualitas upah buruh.
Tuntutan kesejahteraan ke arah hidup layak buruh bersama keluarga secara kemanusiaan mungkin kita akan berasumsi bahwa itu tidak akan mungkin tercapai, tidak akan mungkin direspon apalagi terlaksana. tapi tahu kah kita bahwa sejarah perubahan pengupahan disetiap tahunnya terjadi karena persatuan dari berbagai aksi-aksi tuntutan buruh Indonesia. Kita hanya butuh persatuan, konsistensi, keberanian dan konsep maka kesejahteraan bersama itu sesungguhnya bukan mimpi belaka.
*Penulis singkat; sasak (aktif sebagai pengurus pusat fpbi)