“PHK ADALAH KEJAHATAN KEMANUSIAAN, HAPUS SISTEM KERJA KONTRAK, DAN HENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP GERAKAN BURUH”
Liberalisasi sector ketenagakerjaan atau hilangnya tanggung jawab (perlindungan) pemerintah terhadap perburuhan memicu perlakuan tidak manusiawi pengusaha terhadap buruh/pekerja. Ketidak-adilan yang dirasakan oleh kaum buruh/pekerja terjadi begitu saja dan pemerintah seakan melakukan pembiaran atas masalah yang dialami oleh buruh/pekerja. PHK sepihak, system kerja kontrak, upah murah, kerja lon g time dan pemotongan upah adalah gambaran yang menyedihkan yang dialami oleh setiap buruh diberbagai perusahaan. Kondisi seperti inilah yang dirasakan oleh buruh/pekerja PT. Tiara Kusuma Patria Persada dan PT Advantage SCM, pertama, upah buruh/pekerja tidak sesuai dengan beratnya pekerjaan yang dilakukan, sementara pihak pengusaha terus menumpuk kekayaannya. Berkaca dari upah yang dialami oleh buruh PT. TIARA Kusuma Patria Persada, bahwa upah yang dibayarkan oleh pengusaha berbeda dengan rumusan yang ditentukan oleh PP. 78/2015, yaitu formula adalah upah minimum sama dengan upah pokok + tunjangan tetap. Namun formula upah di PT. Tiara Kusuma Patria Persada yang disusun oleh pihak manajemen adalah upah minimum sama dengan upah pokok + tunjangan tidak tetap, sehingga dengan formula upah tersebut pihak perusahaan hanya berkewajiban membayar upah pokok sebesar 75% dari ketentuan UMK Mataram, yaitu sekitar 1. 285.000,00/bulan.
Upah minimum adalah upah terendah yang dalam sebulan yang berlaku bagi seluruh buruh/pekerja, namun melalui formula upah yang tidak sesuai dengan ketentuan UUK No.13/2003 dan PP.78/2015 pengusaha membayar upah kepada buruh bisa lebih rendah dari ketentuan UMK. Dengan formula upah minimum seperti ini, pihak pengusaha dalam penghitungan upah lembur sama dengan Rp. 7.500/jam yang seharusnya upah lembur sama dengan 1/173 X upah sebulan, maka jika upah sebulan sama dengan nilai UMK Mataram, maka upah lembur seharusnya Rp. 9.990,00. Tidak hanya upah yang terindikasi di bawah ketentuan UMK, PT. Tiara Kusuma Patria persada tidak juga menerapkan skala dan struktur upah bagi buruh/pekerja dengan massa kerja satu (1) tahun keatas.
Kedua, baik PT. Tiara Kusuma Patria Persada maupun PT. Advantage SCM terus memperkerjakan buruh/pekerjanya dengan status kontrak selama bertahun-tahun, yang mana kerja kontrak menurut UUK No.13/2003 pasal 59 ayat (2), bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh di kontrak selama dua tahun dan diperpanjang maksimal paling lama setahun. Artinya, jika buruh/pekerja sudah bekerja selama tiga (3) tahun dengan status PKWT, maka pihak perusahaan wajib mengangkatnya sebagai pekerja tetap (PKWTT). PKWT pada kedua perusahaan tersebut juga cacat demi hukum, yaitu setiap pekerja/buruh sebelum diajukan surat PKWT/kontrak pihak perusahaan memperkerjakan buruh/pekerja dengan status massa percobaan dengan upah jauh di bawah ketentuan UMK. Padahal di dalam UUK 13/2003, PKWT tidak mensyaratkan adanya massa percobaan (pasal 58 ayat 1) dan selanjutanya pada pasal 58 ayat (2), apabila PKWT mensyaratkan adanya massa percobaan, maka perjanjian kerja tersebut batal demi hukum.
Dengan memperkerjakan buruh/pekerja melalui status kerja kontrak, pihak pengusaha dapat memperkerjakan dan atau memberhentikan kaum buruh sekehendaknya tanpa mempertimbangkan kondisi buruh/pekerja tersebut, yaitu pada massa produktif kaum buruh/pekerja di peras tenaganya untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar, dan di saat kaum buruh/pekerja mengalami penurunan produktifitas pihak pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan berakhirnya massa kontrak, dengan kata lain pihak pengusaha bebas dari kewajiban membayar uang PESANGON. Melalui sistem kerja kontrak pula, pengusaha dapat menekan upah buruh serendah-rendahnya, dan apabila buruh menuntut perbaikan kondisi pekerjaan, maka pihak perusahaan bisa langsung memutuskan hubungan kerja.
Ketiga, pihak pengusaha PT. advantage SCM memperkerjakan buruh/pekerja secara long time, yaitu dari jam delapan (8) pagi hingga jam delapan (8) malam dengan alasan lembur wajib. Padahal dalam UUK, lembur adalah hak setiap buruh. Kaum buruh juga harus tetap bekerja pada hari-hari libur resmi tanpa upah lembur, padahal dalam ketentuan PP 102/2004 tentang upah lembur , bahwa pengusaha yang ingin memperkerjakan buruh pada hari-hari libur resmi, maka pihak pengusaha harus mengajukan surat perintah kerja lembur yang ditanda tangani kedua belah pihak.
Dari sekelumit masalah di perusahaan tersebut, kaum buruh/pekerja PT. Tiara Kusuma Patria Persada dan PT. Advantage SCM mendirikan serikat yang berafiliasi dengan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak buruh/pekeerja di perusahaan tersebut. Bagi pengusaha, keberadaan serikat dilingkungan perusahaannya merupakan hambatan/ancaman yang cukup berat karena melalui serikatnya, kaum buruh mendapat kemudahan dalam menggugat pengusahanya apabila muncul perselisihan. Menyadari akan banyaknya masalah di perusahaan PT. Tiara KPP, pihak pengusaha berusaha mengintimidasi anggota FPBI dan melakukan kampanye-kampanye hitam. Bagi buruh/pekerja, terbentuknya serikat dilingkungan mereka bekerja adalah sebuah angin segar, yaitu adanya alat perjuangan bagi buruh/pekerja untuk memperjuangkan hak-haknya yang belum dipenuhi oleh pengusaha. Pada bulan April 2017, PTP. FPBI PT. Tiara mengeluarkan selebaran untuk memberikan penyadaran terkait kondisi pekerjaan berikut tuntutannya dan membagikan kelingkungan perusahaan, namun naas bagi ketua dan wakil ketua PTP. FPBI PT. TKPP (PUTU dan ARI), pihak perusahaan membalasnya dengan melakukan pelaporan ke POLSEK Mataram atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan kemudian menonaktifkan keduanya dari bulan Juni 2017 hingga September 2017, setelah keduanya dipanggil dan memberikan keterangan oleh polsek mataram pada bulan Juni lalu, pihak kapolsekpun merekomendasikan kasusnya ke KAPOLDA NTB, dan pada tanggal 27 September 2017, keduanya di periksa oleh UNIT RESKRIM atas tuduhan pencemaran nama baik (pasal 311 KUHP).
Usaha menyingkirkan keberadaan serikat dari perusahaannya pihak menghalalkan berbagai cara, yaitu menyingkirkan pengurus serikatnya, Pada tanggal 1 oktober kemarin PT. Tiara memanggil kedua anggota FPBI (PUTU dan Dani) tiba-tiba diberhentikan dengan alasan berahirnya massa kontrak, padahal Putu (selaku ketua FPBI PT. TKPP) sudah bekerja lebih dari tiga (3) tahun, yang artinya menurut UUK 13/2003, Putu sudah menjadi pekerja tetap, sedangkan Dani (anggota FPBI PT.TKPP) dengan massa kerja 1, 5 tahun dengan disyaratkannya massa percobaan selama tiga (3) bulan, maka seharusnya diangkat menjadi pekerja tetap. Namun pihak pengusaha tanpa mengindahkan aturan undang-undang yang berlaku dan tanpa melalui putusan pengadilan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada dua orang kuruh/pekerjanya yang berstatus Ketua dan anggota FPBI, artinya PHK tersebut adalah cacat hukum.
Dari berbagai macam persoalan di atas, kami dari federasi perjuangan buruh Indonesia Kota Mataram menggugat PHK dan kriminalisasi yang di lakukan oleh PT. Tiara kusuma persada terhadap anggota FPBI PTP. TKPP. Dengan ini, kami dari FBPI Kota Mataram menuntut kepada pemerintah untuk menindak tegas pengusaha yang tidak taat hokum dan kami menuntut:
- Segera tindak pengusaha yang belum mengangkat buruh/pekerja yang di kontrak menjadi karyawan tetap di PT. Tiara Kusuma Patria Persada dan PT. Advantage SCM.
- Segera cabut laporan Kriminalisasi terhadap buruh/karyawan PT. Tiara Kusuma Patria Persada.
- Tolak PHK SEPIHAK terhadap dua anggota FPBI di PT. Tiara Kusuma Patria Persada, dan pekerjakan kembali.
- Segera tindak pengusaha PT. TIARA KPP dan PT. Advantage SCM yang tidak membayar UPAH sesuai ketentuan UU.
- Berikan tunjangan makan dan transportasi terhadap buruh/pekerja di PT. TKPP dan PT. Advantage.
- Berikan jaminan berserikat dan berpendapat bagi seluruh buruh/pekerja.
- Stop intimidasi terhadap anggota FPBI.
- Berikan jaminan demokratisasi kampus dan KB3 terhadap mahasiswa.
- Berikan jaminan kesehatan dan jaminan social yang layak bagi seluruh buruh/pekerja.
- Berikan pelayanan yang efektif dan bebas pungli.
Mataram, 09 Oktober 2017
Koordinator Aksi
I PUTU RIKA JULIARTAWAN
Mobile : 085-238-835-827