(Oleh : Redaksi FPBI)
4 Agustus 2017
Jakarta – Pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia, Jakarta International Container Terminal (JICT) yang menangani hampir 70% ekspor impor Jabodetabek lumpuh total akibat mogok pekerja yang dimulai sejak tanggal 3 Agustus 2017 pada pukul 07.00 WIB.
95% atau lebih dari 650 pekerja melakukan aksi mogok di area lobi kantor JICT. Aksi mogok didahului penutupan pelabuhan dan sweeping oleh Direksi JICT pada tanggal 3 Agustus 2017 pukul 03.00 WIB dini hari. Padahal pekerja mulai mogok pada pukul 07.00 WIB.
Menurut Sekretaris Jenderal SP JICT bahwa sempat terjadi aksi adu mulut karena Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok melarang karyawan melakukan absensi. Padahal karyawan yang mogok harus absen sesuai ketentuan Undang-Undang. “Serikat Pekerja menyayangkan aksi menghalang-halangi tersebut. Patut dipertanyakan apa kapasitas Otoritas Pelabuhan melarang pekerja absen?,” ungkap M Firmansyah dalam siaran pers nya.
Mogok kerja dilakukan karena dampak dari Perpanjangan Kontrak JICT yang menurut BPK melanggar aturan.
Uang sewa ilegal perpanjangan kontrak JICT yang telah dibayarkan sejak tahun 2015 telah berdampak terhadap pengurangan hak pekerja sebesar 42%. Padahal pendapatan JICT meningkat 4,6% tahun 2016 dan biaya overhead termasuk bonus tantiem Direksi serta komisaris meningkat 18%.
Ketua Umum FPBI (Federasi Perjuangan Buruh Indonesia) menegaskan bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh Serikat Pekerja JICT harus mendapatkan apresiasi dan dukungan dari seluruh Gerakan Buruh di Indonesia. “Kami memandang pentingnya untuk bersolidaritas kepada sesama kaum buruh. Kami juga menekankan kepada pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang tentunya adalah tindakan yang harus berpihak pada Serikat Pekerja JICT,” ujar Herman Abdulrohman.
Perlu diketahui, pendapatan tahunan JICT sebesar Rp 3,5 – 4 triliun diduga menjadi incaran investor asing untuk memperpanjang JICT dan melakukan politiasi gaji pekerja.
Kerugian akibat mogok kerja JICT yang dilakukan mulai tanggal 3 sampai 10 Agustus 2017 mencapai ratusan milyar rupiah. Bahkan Direksi bersedia mengganti rugi yang diakibatkan mogok kepada pengguna jasa JICT. (**as**)