(Opini ; Study Kasus PTP FPBI PT Johnson)
Buruh dalam aktivitas produksi distribusi tidak ubahnya seperti robot remote control yang siap dikendalikan berdasarkan kemauan pemiliknya. Jika normatif menurut Undang-Undang yang mengaturnya (UUK 13/2003) dikatakan sebagai standar kelayakan hidup buruhnya, maka kita akan melihat hukum tersebut secara keseluruhan, apakah normatif yang diatur sudah memberikan jaminan akan layaknya kehidupan buruh di setiap tempat mereka bekerja.
Mengambil kasus perselisihan hubungan industrial yang terjadi di PT Johnson, memberikan sedikit data terkait perbandingan yang terbalik antara hasil bertahun-tahun buruh mempertahankan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan dibandingkan dengan kelayakan kehidupan buruhnya.
Anggota FPBI PT Johnson dengan masa kerja yang bebeda-beda, mendapatkan upah pokok sama (meskipun terdapat masa kerja yang tidak sama) yaitu sesuai dengan Upah minimum Provinsi DKI Jakarta, sama-sama sebagai pekerja yayasan pemborong pekerjaan di PT Indopsiko melalui mekanisme pemborongan pekerjaan, sama-sama tidak mendapatkan hak cuti, jika terjadi kecelakaan kerja perusahaan tidak bertanggungjawab, dan masih banyak hak-hak normatif lainnya yang tidak diberikan oleh perusahaan.
Belasan tahun buruh/pekerja yang bekerja di PT Sc Johnson melalui pemborongan pekerjaan tidak mendapatkan kepastian kerja alias tetap menjadi pekerja borongan yang disalurkan oleh PT Indopsiko, sampai dengan mayoritas pekerja menuntut hak kepastian kerja atau status kerja sebagai pekerja tetap (PKWTT). Bahwa terkait dengan hal itu, menurut Undang-Undang Ketenagkerjaan No 13 tahun 2003 pasal 59 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7) menjelaskan syarat-syarat pekerjaan yang boleh dan tidak boleh di kontrak (PKWT) berdasarkan sifat dan jenis pekerjaannya. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan & Transmigrasi No 19 Tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Dalam permenakertrans tersebut membolehkan adanya penyerahan sebagian pelaksanaan pemborongan pekerjaan kepada pihak perusahaan lain. Akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat yaitu;
- Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
- Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.
- Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan.
- Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya, mari kita lilhat fakta buruh borongan yang di pekerjakan di PT Sc Johnson, pertama; buruh/pekerja melakukan pekerjaannya secara terus menerus atau pekerjaannya bersifat tetap. Artinya bukan pekerjaan yang bersifat musiman, bukan product uji coba singkatnya bukan pekerjaan yang bersifat sementara. Kedua; pekerjaan di bagian-bagian kerja di mana buruh ditempatkan untuk bekerja merupakan inti produksi (core bisnis), bukan pekerjaan yang sifatnya sebagai penunjang seperti; security, office boy, cathering dsb. Karena sifatnya inti produksi maka ketika buruh/pekerja tidak menyelesaikan pekerjaannya di salah satu bagian maka produksi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, pada akhirnya tidak akan menghasilkan product. Dan anggota FPBI PT Johnson adalah bekerja di bagian-bagian inti produksi tersebut.
Bahwa ada hukum tertulis yang berlaku disatu sisi, dan ada kenyataan obyektif yang dihadapi oleh buruh/pekerja disisi yang lain, dua sisi ini cukup syarat sebagai alas bukti untuk menyimpulkan bahwa seharusnya buruh yang bekerja di PT Sc Johnson memiliki kepastian kerja sebagai pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) di PT Sc Johnson&Son Indonesia, mulai sejak awal bekerja sampai dengan sekarang bekerja.
Selama lebih dari 2 tahun, perjuangan menuntut hak-haknya terus dilakukan oleh anggota FPBI PT Johnson. Semangat itu di tunjukkan lewat kesolidan anggota yang selalu menjadikan lamanya perjuangan ini dengan riang gembira. Proses belajar tentang hukum perburuhan juga selalu di dalami oleh anggota FPBI PT Johnson. Dan kemenangan kecil akhirnya didapatkan dalam perjuangan menuju kemenangan sejati. Hal itu bisa dilihat dari hasil putusan sidang PHI pada tanggal 25 April 2017 yang isinya;
- Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh Para Penggugat ditempat Tergugat I (PT. Johnson) adalah bersifat tetap dan terus menerus;
- Menyatakan hubungan kerja Para Penggugat beralih kepada Tergugat I (PT. Johnson);
- Menyatakan hubungan kerja antata Para Penggugat dengan Tergugat I ‘BELUM PERNAH PUTUS’;
- Menghukum dan memerintahkan Tergugat I untuk memanggil dan mempekerjakan kembali Para Penggugat pada posisi dan jabatan semula;
- Menghukum Tergugat II (PT. Indopsiko) untuk membayar secara tunai dan sekaligus upah proses kepada Para Penggugat masing2 sebesar 6 (enam) bulan upah;
Ini merupakan awal yang indah dalam proses perjuangan yang dilakukan, karena tidak ada perjuangan yang sia-sia. (**as**)